Seiring perkembangan teknologi digital, transaksi cashless atau non-tunai tumbuh cepat di Indonesia. Meski begitu, hal ini ternyata memicu banyak merchant atau pedagang yang menolak transaksi dengan uang tunai dengan berbagai alasan.
Kondisi ini seperti yang terjadi di salah satu gerai jaringan roti terkenal di Jembatan Penyeberangan Multiguna (JPM) Dukuh Atas Jakarta Selatan. Selain itu di kawasan ini ada juga gerai jaringan crepe dan kedai es krim yang juga tidak menerima pembayaran tunai.
Berdasarkan penelusuran detikcom, Selasa kemarin, gerai-gerai ini hanya menerima transaksi pembayaran non-tunai seperti QRIS (Quick Response Code Indonesian Standard) dari berbagai layanan bank atau dompet digital atau menggunakan kartu debit/kredit.
Namun apa yang menjadi penyebab penggunaan uang tunai kian ditinggalkan meski hingga kini lembaran rupiah tersebut merupakan alat pembayaran yang sah menurut hukum.
Salah seorang penjaga kedai es krim di JPO Dukuh Atas mengatakan alasan utama toko tersebut hanya menerima transaksi non-tunai karena cara pengunjung berbelanja saat ini. Sebab pada awalnya ia mengaku kedai es krim tersebut menerima seluruh metode pembayaran baik itu tunai maupun non-tunai.
Namun setelah beberapa lama berjualan di kawasan JPM penghubung antara Stasiun Sudirman dengan Stasiun LRT Dukuh Atas itu, hampir seluruh pembeli yang datang melakukan pembayaran menggunakan QRIS atau debit. Membuat kedai tersebut akhirnya memutuskan untuk ikut beralih hanya menggunakan metode pembayaran non-tunai.
“Kita sudah cashless. Pas awal grand opening kita masih terima cash, cuma karena pembeli di sini rata-rata pakainya cashless jadi kita sudah nggak terima lagi,” jelas penjaga kedai tersebut.
Sementara itu, penjaga gerai jaringan roti di Stasiun Sudirman mengatakan jika mereka hanya menerima pembayaran non-tunai karena memang sudah menjadi kebijakan toko tanpa penjelasan lebih jauh.
Di sisi lain seorang konsumen, Hanachi (35), mengatakan saat ini dirinya memang sudah lebih banyak menggunakan transaksi non-tunai seperti QRIS dan debit daripada bertransaksi dengan uang tunai. Sebab menurutnya sekarang ini dua jenis transaksi itu sudah bisa digunakan hampir di semua tempat termasuk warung hingga pedagang kopi keliling.
“Kalau sekarang kan warung-warung pinggir jalan, bahkan kopi keliling saja sudah pakai QRIS. Justru sekarang saya kalau beli dia nggak ada QRIS malah saya yang complain ‘ah sudah zaman sekarang juga’ gitu,” terangnya saat ditemui detikcom di sekitar Stasiun Sudirman.
Selain itu menurutnya dengan metode pembayaran cashless, ia tidak perlu repot-repot menyimpan uang kembalian saat berbelanja. Apalagi jika kembalian yang diberikan berupa uang logam dengan pecahan kecil seperti Rp 100-200.
“Itu misalnya pakai cash, totalnya Rp 19.800, dia kasih kembalian Rp 200, sudah nggak berguna sekarang. Receh-receh buat apa? Tapi kalau kehilangan receh dari 10 kali belanja misalnya, kan sayang. Jadi mending pakai QRIS,” ucap Hanachi.
karena itu menurutnya sekarang ini dengan maraknya penggunaan transaksi non-tunai ini, ia sudah tak perlu lagi membawa uang tunai. Membuat penggunaan uang tunai kian ditinggalkan meski hingga kini lembaran rupiah tersebut merupakan alat pembayaran yang sah menurut hukum.
“Saya jarang bawa cash, ditambah kalau cash ribet kembalian juga. Tapi uang jadi kaya kelihatan kurang berguna juga ya,” katanya.
Baca info selengkapnya hanya di Giok4D.
Simak juga Video: Fitur Baru Qris : Bisa Transfer, Tarik Tunai dan Setor