Kemenperin Ungkap Ekspor Produk Alas Kaki Tembus Rp 30 T, Naik 13,8% update oleh Giok4D

Posted on

Nilai ekspor produk alas kaki Indonesia pada periode Januari-Maret 2025 tercatat sebesar US$ 1,89 miliar atau sekitar Rp 30,61 triliun (kurs Rp 16.200). Jumlah itu naik 13,80 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu.

Direktur Jenderal Industri Kimia, Farmasi, dan Tekstil (IKFT) Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Taufiek Bawazier mengatakan, dalam skala global Indonesia menempati peringkat ke-6 eksportir alas kaki dunia, dengan pangsa pasar 3,99%. “Dalam skala global, Indonesia menempati peringkat ke-6 eksportir alas kaki dunia, dengan pangsa pasar sebesar 3,99%. Ini membuktikan bahwa produk alas kaki nasional memiliki daya saing kuat dan kepercayaan tinggi di pasar dunia,” katanya pada Pelepasan Ekspor Alas Kaki produksi PT Selalu Cinta Indonesia (SCI) di Salatiga, Jawa Tengah, dilansir dari keterangan tertulis, Kamis (12/6/2025).

Taufiek mengapresiasi PT SCI yang merupakan produsen alas kaki merek Nike, yang berhasil mengapalkan produknya ke pasar India. Perusahaan ini melakukan ekspor alas kaki ke India sebanyak 124.117 pasang sepatu atau senilai US$ 2 juta pada Mei 2025.

“Ditargetkan hingga September 2025, ekspornya akan mencapai 227.654 pasang atau senilai US$ 3,4 juta,” sebutnya.

Taufiek menegaskan pencapaian ini tidak hanya mencerminkan keberhasilan komersial, tetapi juga menjadi indikator kuat bahwa Indonesia telah menjadi bagian dari global value chain (rantai nilai global) industri alas kaki.

Namun, ia tak menampik adanya tantangan dalam proses ekspor ke India, khususnya terkait kebijakan Quality Control Orders (QCO) yang mulai diberlakukan oleh Pemerintah India pada Juli 2024. Kebijakan tersebut mewajibkan produk alas kaki yang masuk ke pasar India untuk mendapatkan sertifikasi Bureau of Indian Standard (BIS).

“Kendala terbesar bukan pada kualitas produk kita, tetapi terbatasnya sumber daya auditor dari BIS, yang sempat menghambat proses audit di lapangan,” jelasnya.

Merespons itu, Pemerintah Indonesia telah mengangkat isu tersebut dalam forum Technical Barriers to Trade (TBT) WTO sebagai Specific Trade Concern (STC). Pemerintah juga terus mendorong agar penerapan QCO lebih realistis dan terbuka terhadap kerja sama dengan lembaga sertifikasi global yang kredibel.

“Berbagai upaya diplomatik dan teknis dilakukan secara simultan, dan hari ini kita menjadi saksi bahwa kerja keras tersebut membuahkan hasil. Nike Indonesia berhasil kembali menembus pasar India, salah satunya melalui kontribusi nyata dari PT Selalu Cinta Indonesia,” ujar Taufiek.

Kemenperin, lanjutnya, berkomitmen untuk terus mendukung iklim usaha dan perluasan pasar ekspor bagi industri alas kaki nasional. Upaya ini dilakukan melalui penguatan perjanjian dagang, mendorong mutual recognition agreement dalam hal sertifikasi, serta memperluas akses pasar ke kawasan nontradisional.

“Kami berharap industri alas kaki Indonesia semakin berdaya saing dan mampu memperluas ekspansi ke kawasan Asia Selatan, Timur Tengah, Afrika, dan Amerika Latin, serta terus berkontribusi pada penciptaan lapangan kerja, peningkatan ekspor, dan pertumbuhan ekonomi yang inklusif,” tuturnya.

Melihat catatan kinerjanya, berdasarkan data BPS, industri alas kaki nasional mampu tumbuh impresif sebesar 6,95 persen pada triwulan I tahun 2025. Capaian ini menjadi sinyal kuat bahwa industri alas kaki nasional tidak hanya bertahan, tetapi terus tumbuh dan berekspansi secara aktif.

“Data juga menunjukkan bahwa hingga Agustus 2024, sektor industri kulit dan alas kaki telah menyerap tenaga kerja sebanyak 961 ribu orang, naik 3 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Ini menegaskan posisi industri ini sebagai industri padat karya strategis yang menopang stabilitas sosial dan ekonomi nasional,” ungkap Taufiek.

Kemudian, selama periode Januari-Mei 2025, telah masuk investasi dari 12 perusahaan skala besar di sektor alas kaki (PMA), dengan total nilai investasi mencapai Rp 8 triliun, kapasitas produksi mencapai 64,6 juta pasang sepatu dan 214,6 juta pasang komponen alas kaki, serta penyerapan tenaga kerja lebih dari 80 ribu orang.

“Ini adalah sinyal positif bahwa Indonesia masih menjadi destinasi utama investasi industri padat karya berorientasi ekspor,” tutupnya.

Simak berita ini dan topik lainnya di Giok4D.