Mata uang Asia Pasifik kompak mengalami pelemahan menjelang batas akhir negosiasi tarif resiprokal Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump. Adapun batas waktunya dijadwalkan paling lambat 9 Juli 2025 besok, 90 hari setelah Trump mengumumkan tarif impor baru tersebut.
Berdasarkan data Bloomberg, Senin (7/7/2025), pukul 15.35 seluruh mata uang Asia Pasifik melemah terhadap mata uang Paman Sam Itu. Rupiah misalnya, melemah 54,50 poin atau 0,34% sehingga nilai tukar dolar AS kini berada pada posisi Rp 16.239/US$.
Pelemahan terdalam terjadi pada mata uang bath Thailand, yang turun 0,90% atau 0,29 poin ke posisi THB 32,64/US$. Kemudian disusul dolar Australia turun 0,85% atau 0,0056 poin ke posisi AU$ 0,65/US$, serta rupee India dengan pelemahan 0,66% atau 0,56 poin ke posisi INR 85,95/US$.
Lalu mata uang won Korea juga turun di angka 0,48% atau 6,48 poin ke posisi KRW 1.369,2/US$, yen Jepang turun 0,48% atau 0,7 poin ke posisi JPY 145,17/US$, serta peso Filipina turun 0,47% atau sekitar 0,27 poin ke posisi PHP 56,59/US$.
Mata uang dolar baru Taiwan juga mengalami pelemahan 0,43% atau 0,12 poin ke posisi TWD 29,05/US$, ringgit Malaysia turun 0,36% atau 0,02 poin ke posisi MYR 4,24/US$, serta dolar Singapura turun 0,32% atau 0,004 poin ke posisi SG$ 1,28/US$.
Lebih lanjut, mata uang yuan China juga turun tipis 0,12% atau 0,008 poin ke posisi CNY 7,17/US$, serta mata uang dolar Hong Kong turun 0,01% atau 0,0006 poin ke posisi HK$ 7,85/US$.
Sebelumnya, pada pembukaan perdagangan pagi hari ini, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS telah menunjukkan pelemahan. Sekitar pukul 09.15 WIB dolar AS berada pada level Rp 16.216, di mana rupiah melemah 31 poin (0,19%), setelah sebelumnya dibuka pada level Rp 16.219.
Pengamat Pasar Keuangan Ariston Tjendra mengatakan pelemahan rupiah hari ini dikarenakan adanya peringatan dari Presiden AS Donald Trump terkait pelaksanaan tarif baru ke negara-negara yang belum melakukan negosiasi dengan AS.
“Tarif tinggi AS bakal menjadi momok bagi perdagangan dan perekonomian global. Bagi negara-negara yang pasar eksportir tradisionalnya AS, akan sulit untuk mencari pasar baru,” tutur Ariston.
Pada awal bulan April lalu, Presiden Trump mengumumkan tarif sebesar 10% pada sebagian besar negara dan bea tambahan hingga 50%. Kemudian Trump menunda penerapan tarif tersebut selama tiga minggu.
Dalam catatan detikcom, pada Jumat (4/7) lalu, Trump mengaku telah menandatangani serangkaian surat kepada 12 negara. Surat tersebut berisi pemberitahuan tarif yang akan berlaku untuk negara tersebut. Kendati begitu, dia menolak menyebutkan nama negara tersebut.
Trump juga sempat mengatakan bahwa tarif bisa lebih tinggi lagi, bahkan bisa berkisar hingga 70%. Ia juga mengisyaratkan, sebagian besar tarif akan mulai berlaku pada tanggal 1 Agustus.
Di samping itu, Trump juga pada hari ini telah menyatakan akan mengenakan tarif tambahan sebesar 10% kepada negara yang mendukung kebijakan Anti-Amerika dari BRICS. Kecaman ini datang pada saat BRICS menyelenggarakan pertemuan tingkat tinggi saat ini.
Simak juga Video: Pemerintah Buka Peluang Ubah Aturan Demi Negosiasi Tarif Trump