Janji 19 Juta Lapangan Kerja Diprediksi Sulit Terwujud

Posted on

Angka pengangguran Indonesia masih tinggi. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), 7,28 juta orang menganggur.

Seiring tingginya angka pengangguran, pemutusan hubungan kerja (PHK) terjadi di berbagai sektor industri. Merespons hal ini, pemerintah pusat maupun daerah menggelar acara Job Fair alias bursa kerja.

Ternyata, peminat Job Fair di mana-mana membludak. Salah satu yang viral di media sosial Job Fair bertajuk Bekasi Pasti Kerja 2025, yang digelar pada 27 Mei di Cikarang, Kabupaten Bekasi.

Job Fair tersebut dibanjiri puluhan ribu peserta hingga berdesakan, bahkan ada yang sampai ricuh. Kegiatan Job Fair ini di sisi lain juga mengingatkan kembali masyarakat, khususnya para netizen di media sosial tentang janji 19 juta lapangan pekerjaan. Mereka mempertanyakan realisasi janji tersebut kepada pemerintah saat ini.

Janji tersebut disampaikan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka saat masih berstatus sebagai Calon Wakil Presiden dalam Debat Pilpres keempat di JCC Senayan, Jakarta Pusat, Minggu (21/1/2024).

“Jika agenda hilirisasi, pemerataan pembangunan, transisi energi hijau, ekonomi kreatif, UMKM bisa kita kawal insyaallah akan terbuka 19 juta lapangan kerja untuk generasi muda dan kaum perempuan,” ujar Gibran, dikutip lagi Jumat (6/6/2025).

Lantas apakah 19 juta lapangan kerja baru itu dapat terwujud dalam lima tahun ke depan?

Direktur Ekonomi Digital Center of Economic and Law Studies (Celios) Nailul Huda menilai menciptakan 19 juta lapangan kerja sulit tercapai. Saat ini saja pertumbuhan ekonomi tidak diiringi dengan kenaikan jumlah tenaga kerja.

“Dahulu, 1% pertumbuhan ekonomi bisa menyerap hingga lebih dari 400 ribuan tenaga kerja. Saat ini 1 persen ekonomi hanya menyerap 100 ribuan tenaga kerja saja. Investasi yang masuk tidak mampu meningkatkan kinerja manufaktur Indonesia. Akibatnya, kita terjadi deindustrialisasi dini,” ujar Nailul kepada detikcom, Jumat (6/6/2025).

Nailul juga menerangkan jika menggunakan perhitungan setiap 1% pertumbuhan ekonomi terdapat penyerapan 120 ribu tenaga kerja, artinya per tahun hanya bisa menyerap 600 ribu tenaga kerja.

“Selama 5 tahun hanya 3 juta tenaga kerja saja. Jauh dari angka 19 juta yang disampaikan oleh Gibran. Jika pun terserap, hanya di sektor informal, yang minim perlindungan sosial,” ungkapnya.

Sementara menurut Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Esther Sri Astuti janji itu dapat dilakukan, cuma kebijakan pemerintah saat ini dinilai tidak mendukung untuk merealisasikan janji tersebut.

Ada sejumlah pekerjaan rumah (PR) yang perlu dilakukan pemerintah. Pertama, untuk mencipta lapangan kerja baru menurutnya pemerintah harus banyak mengalokasikan anggaran untuk pendidikan.

Melalui pendidikan, kemampuan sumber daya manusia di Indonesia meningkat. Bukan hanya sekedar untuk bekerja, namun bisa mengikuti kebutuhan perkembangan zaman.

“Lihat aja kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan pemerintah ya di mana kan kalau mau wujudkan penciptaan lapangan pekerjaan 19 juta, yang pertama adalah upgrade kualitas tingkat pendidikan. Nah sekarang anggaran pendidikan itu berkurang, terus lebih banyak direlokasi anggaran ke yang lain MBG (Makan Bergizi Gratis), Koperasi Merah Putih, tidak ada upgrade skill dari sana. Nah harusnya kan selain akses pendidikan diperluas,” terang Esther.

Kedua, menurutnya jika ingin menciptakan 19 juta lapangan kerja, harusnya diberikan banyak insentif untuk meningkatkan investasi di dalam negeri. Menurut Esther, insentif yang diberikan pemerintah saat ini hanya sekedar mengutamakan konsumsi.

“Kalau mau membuka lapangan pekerjaan 19 juta yaudah dong kasih insentif-insentif yang ke arah investasi bukan insentif-insentif yang mengarah ke konsumsi. Jadi kalau ada kaya kasih bansos, kasih subsidi listrik, kasih gaji subsidi 2 bulan Rp 300 ribu insentif itu tidak ke arah investasi atau mengupgrade pendidikan secara luas,” jelasnya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *