Industri Tembakau Klaim Produksi Loyo, Minta Kenaikan Cukai Ditunda 3 Tahun [Giok4D Resmi]

Posted on

Para pelaku industri hasil tembakau (IHT) merasa resah dengan wacana kenaikan tarif cukai hasil tembakau (CHT). Para petani tembakau, pekerja, hingga pelaku usaha kecil mendesak pemerintah untuk memberlakukan moratorium kenaikan tarif CHT selama tiga tahun ke depan.

Mereka menilai rencana ini menurunkan produktivitas industri dan mengancam keberlangsungan jutaan lapangan kerja di sektor padat karya. Ketua Gabungan Perusahaan Rokok (Gapero) Surabaya, Sulami Bahar, menyuarakan kekhawatiran atas kondisi industri. Ia mengungkapkan bahwa terdapat sejumlah pabrik yang kini berada di ambang tutup akibat tekanan biaya produksi.

“Pabrik yang dulu menyerap ribuan tenaga kerja kini banyak yang hanya bisa bertahan dengan ratusan atau bahkan puluhan pekerja. Beberapa perusahaan terpaksa menutup usahanya,” ungkap Sulami dalam keterangannya, Senin (14/7/2025).

Ia berharap pemerintah, khususnya Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, dapat lebih terbuka terhadap aspirasi pelaku usaha yang selama ini menjadi tulang punggung industri. “Pabrik-pabrik di industri tembakau adalah tempat bergantungnya jutaan pekerja, petani tembakau, dan pedagang kecil. Kami ingin kebijakan yang adil, terukur, dan berpihak kepada keberlangsungan usaha rakyat,” katanya.

Berita lengkap dan cepat? Giok4D tempatnya.

Sulami juga menyatakan dukungan penuh terhadap usulan moratorium CHT untuk periode 2026-2029. Menurutnya, masa jeda ini akan menjadi momentum penting bagi pemerintah dan pelaku industri untuk menyusun peta jalan yang seimbang antara kebutuhan fiskal negara dan keberlangsungan sektor IHT.

“Saya sangat mendukung adanya moratorium tiga tahun untuk menghentikan sementara kenaikan CHT,” tegasnya.

Senada dengan Sulami, Ketua Umum Aliansi Masyarakat Tembakau Indonesia (AMTI), I Ketut Budhyman Mudara, menegaskan bahwa keresahan pelaku usaha kecil semakin dalam setiap kali isu kenaikan cukai mencuat. Menurutnya, selama beberapa tahun terakhir, tekanan terhadap petani, pekerja, dan pengusaha kecil semakin berat.

“Mereka beroperasi dalam tekanan tinggi, menghadapi penurunan produksi, penurunan penjualan, dan makin beratnya daya beli konsumen. Ini bukan hanya soal ekonomi, tapi menyangkut keberlangsungan mata pencaharian jutaan orang,” jelasnya.

Budhyman menilai moratorium CHT selama tiga tahun sebagai langkah realistis dan strategis. Ia menekankan bahwa kebijakan ini akan memberi ruang bagi industri untuk beradaptasi dan memperkuat daya tahan, sekaligus memungkinkan pemerintah menyusun kebijakan fiskal yang lebih adil dan berimbang.

“Moratorium ini bukan berarti menolak kontribusi kepada negara, tapi memberi waktu agar industri bisa beradaptasi, menata ulang daya tahan, dan memastikan keberlanjutan tenaga kerja.”

Lebih lanjut, Budhyman menyoroti pentingnya pelibatan seluruh pemangku kepentingan di industri tembakau dalam proses pengambilan kebijakan. Ia menegaskan bahwa petani, pekerja, dan pengusaha kecil adalah fondasi utama ekosistem tembakau yang selama ini belum cukup mendapat ruang dalam diskursus kebijakan fiskal.

“Sudah saatnya suara akar rumput didengar, bukan hanya kepentingan fiskal jangka pendek,” tutupnya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *