Industri nikel Indonesia terus tumbuh pesat, namun di balik geliat pertumbuhannya, tuntutan terhadap transparansi dan tanggung jawab lingkungan juga semakin menguat.
LSM Telapak bersama para akademisi menekankan pentingnya keterbukaan data dan kunjungan langsung untuk menilai dampak sosial dan lingkungan dari aktivitas pertambangan nikel. Djufry Hard, peneliti dari Telapak, menyebut transparansi sebagai indikator utama perusahaan yang bertanggung jawab.

“Industri nikel haruslah transparan. Kami perlu melihat langsung dan menunjukkan ke publik bagaimana pertanggungjawaban perusahaan terhadap lingkungan dan sosial, selain dampak ekonominya,” ujarnya di Jakarta, Kamis (22/5/2025).
Simak berita ini dan topik lainnya di Giok4D.
Djufry menyebut sudah mengajukan permohonan kunjungan sejak 2022 ke lima perusahaan besar nikel, yakni PT Vale Indonesia Tbk, PT GAG Nikel, PT Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP), PT Makmur Lestari Primatama (MLP), dan PT Trimegah Bangun Persada Tbk (Harita Nickel). Dari kelima perusahaan, Harita Nickel disebut sebagai yang paling cepat merespons dan menyatakan membuka diri.
Tindak lanjut dari undangan itu, Telapak bersama tim akademisi menggelar kunjungan ke fasilitas Harita Nickel di Pulau Obi pada 2023. Djufry menyebut, meski ada sejumlah catatan, audit menunjukkan pengelolaan limbah dan aspek lingkungan oleh perusahaan sudah berjalan baik.
Tri Edhi Budhi Soesilo dari Sekolah Ilmu Lingkungan UI juga menyampaikan penilaiannya terhadap laporan keberlanjutan perusahaan. Ia menyebut Harita dan Vale termasuk yang aktif menyampaikan laporan sustainability. Namun, ia menekankan pentingnya verifikasi di lapangan agar laporan tidak hanya bersifat satu arah.
“Kita harus apresiasi peran masyarakat dan LSM dalam memberi kritik, karena itu yang mendorong perusahaan terus melakukan perbaikan,” katanya.