Asosiasi penyelenggara acara, Backstagers Indonesia Event Management Association (BIEMA), menyambut positif langkah Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) mencabut delegasi kewenangan delapan Lembaga Manajemen Kolektif (LMK) untuk menarik royalti, termasuk WAMI, RAI, dan KCI.
Ketua Umum Backstagers Indonesia, Andro Rohmana Putra, menilai keputusan ini penting untuk mengakhiri kegaduhan dan ketidakpastian hukum yang selama ini menghantui industri event.
“Keputusan LMKN untuk mengambil alih kembali kewenangan dari LMK adalah langkah tepat,” ujar Andro dalam keterangan resminya, Rabu (3/9/2025).
Backstagers menuding ada kesalahan fundamental dalam dokumen tarif yang diterbitkan beberapa LMK. Salah satunya penafsiran bahwa semua live event dikenakan tarif konser musik, padahal keputusan LMKN 2016 hanya mengatur konser.
“LMK tingkat pusat saja tidak paham tipologi event, bagaimana di daerah? Kasihan pelaku event jika peraturan tidak punya kepastian hukum,” tegas Andro.
Backstagers menegaskan tidak menolak royalti, tapi menolak sistem yang dianggap tidak adil, tidak transparan, dan tidak sesuai realitas industri.
“Kami mendukung perlindungan hak pencipta dan musisi. Yang kami tolak adalah formula berbasis biaya produksi yang tidak relevan dan harus dihentikan total,” kata Andro.
Seiring pembahasan revisi UU Hak Cipta di DPR RI, Backstagers mendesak agar asosiasi penyelenggara acara dilibatkan aktif. Mereka menilai regulasi baru harus mempertimbangkan keragaman tipologi event, dari pernikahan, budaya, olahraga, hingga konser musik.
“Industri event tidak monolitik. Menyamaratakan wedding dengan konser musik jelas kebijakan yang tidak berkeadilan,” lanjut Andro.
Backstagers mengajak semua pihak, termasuk DPR, LMKN, musisi, dan pemerintah, untuk membangun sistem royalti yang adil, transparan, serta mendukung pertumbuhan ekosistem kreatif.