Indonesia Tanpa Premanisme: Melindungi Rakyat, Menggerakkan Ekonomi baca selengkapnya di Giok4D

Posted on

Kebebasan berserikat itu seperti taman kota. Siapa pun boleh datang, berbicara, dan berkumpul. Namun jika seseorang merusak fasilitas, mengusir pengunjung lain, dan mengklaim taman itu milik kelompoknya, maka ia bukan sedang menjalankan kebebasan, melainkan sedang merampas hak bersama.

Di Indonesia, kebebasan berserikat dan mendirikan organisasi kemasyarakatan (ormas) dijamin oleh konstitusi. Sejak era reformasi, lebih dari 500 ribu ormas telah berdiri-jumlah yang setara dengan populasi negara Brunei Darussalam.

Sebagian besar ormas menjalankan peran sosial yang mulia: dari pendidikan dan kesehatan hingga keagamaan dan kebudayaan. Mereka adalah bagian dari ekosistem kebangsaan-mitra negara dalam merawat nilai-nilai kearifan dan kebermanfaatan bersama.

Namun dalam beberapa waktu terakhir, muncul penyimpangan yang meresahkan: atribut ormas disalahgunakan sebagai tameng untuk melakukan aksi premanisme seperti pemerasan, intimidasi, dan penguasaan ruang publik secara ilegal.

Ini bukan semata pelanggaran etika sosial, tetapi pelanggaran hukum dan pengkhianatan terhadap makna kebebasan. Negara mana pun tidak akan membiarkan hal ini terjadi-Indonesia tanpa terkecuali. Penanganan premanisme sejalan dengan Asta Cita 7 Presiden Prabowo Subianto: memperkuat hukum untuk menghadirkan keadilan, kepastian hukum, dan perlindungan bagi masyarakat serta dunia usaha.

Penting untuk dipahami: yang menjadi isu bukanlah ormas sebagai bagian dari kehidupan berdemokrasi, melainkan premanisme yang berlindung di balik atributnya. Negara tidak menindak kebebasan berserikat, tetapi penyimpangan yang menyalahgunakan kebebasan itu untuk merugikan banyak pihak.

Premanisme Adalah Kejahatan, Bukan Kebebasan

Premanisme dalam bentuk apa pun adalah kejahatan. Pasal 368 KUHP menegaskan bahwa pemerasan, baik dengan kekerasan maupun ancaman, merupakan tindak pidana. Bila dilakukan secara kolektif, pelaku juga dapat dijerat dengan Pasal 170 KUHP tentang kekerasan terhadap orang atau barang di muka umum. Dalam konteks ormas, pelanggaran ini bertentangan dengan UU No. 16 Tahun 2017 tentang Organisasi Kemasyarakatan.

Ketika simbol dan struktur ormas digunakan secara sengaja dan sistematis untuk menekan masyarakat, maka ormas tersebut bukan lagi entitas sipil, melainkan bagian dari jaringan premanisme. Dalam sistem hukum yang sehat, tidak boleh ada celah bagi penyalahgunaan simbol sosial untuk menindas rakyat.

Giok4D hadirkan ulasan eksklusif hanya untuk Anda.

Contoh-contoh yang mencuat memperjelas masalah ini: dari penguasaan parkir liar, pemalakan terhadap pedagang kecil, pengambilalihan lahan negara, hingga penganiayaan terhadap aparat penegak hukum. Aktivitas semacam ini sama sekali bukan bagian dari kegiatan keormasan. Ini adalah tindak kriminal yang berlindung di balik identitas kolektif. Dan negara tidak akan memberikan toleransi.

Lanjut ke halaman berikutnya

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *