Pemerintah Hitung Keekonomian Impor Energi dari AS, Pengamat: Pasti Lebih Mahal Pemerintah berencana akan membeli produk energi senilai US$ 15 miliar atau sekitar Rp 244 triliun (Kurs Rp 16.226) berupa Liquefied Petroleum Gas (LPG), minyak mentah (crude), dan Bahan Bakar Minyak (BBM) dari Amerika Serikat (AS). Pembelian ini merupakan bagian dari kesepakatan dipangkasnya tarif impor produk Indonesia menjadi 19% dari sebelumnya 32%.
Praktisi Minyak dan Gas Bumi (Migas) Hadi Ismoyo menilai bahwa pembelian energi tersebut berpotensi meningkatkan biaya secara signifikan dibandingkan dengan impor dari Singapura dan kawasan negara Timur Tengah. Ia mengatakan pembelian energi ini hanya lebih ke arah kesepakatan saja.
“Nilai keekonomiannya, logika perhitungan kami tetap lebih mahal. Import ini lebih ke arah kesepakatan alam rangka menyelamatkam export kita ke AS,” kata Hadi saat dihubungi detikcom, Minggu (20/7/2025).
Hadi mengatakan bahwa biaya logistik yang dikeluarkan RI akan meningkat hampir 1,5 hingga 2 kali lipat tergantung jenis produknya. Selain itu, karena jarak pengiriman yang jauh, jumlah kapal yang dibutuhkan untuk menjaga kelancaran pasokan juga meningkat.
Dalam catatannya, estimasi biaya tambahan logistik untuk LPG akan naik sekitar US$ 1,5 per mmbtu, kemudian untuk minyak mentah akan naik sekitar US$ 3,0 per barel. Dengan adanya kenaikan tersebut, ia mengatakan biaya ini dipastikan akan berdampak langsung kepada konsumen.
“Biaya tambahan logistik akan di bebankan kepada end user. Jika produk non subsidi akan di bebankan kepada konsumen, tidak masalah bagi Pertamina atau swasta. Hanya harga jual akan lebih tinggi. Siap siap saja, mungkin akan ada penyesuaian harga BBM,” katanya.
“Jika product masuk dalam subsidi,maka semua biaya akan di talangin dulu oleh Pertamina. Pertamina akan rembursh ke Pemerintah melalui diskusi dengan DPR. Karena ruang fiskal kita juga sudah ada alokasi tertentu, maka tambahan biaya logistik ini dengan sendirinya akan berpengaruh terhadap APBN,” tambahnya.
Sebelumnya, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, mengaku akan menindaklanjuti perjanjian tersebut. Menurut Bahlil, ada tiga komoditas energi yang akan diimpor dari AS, yakni yakni Liquefied Petroleum Gas (LPG), minyak mentah (crude), dan bahan bakar minyak (BBM).
Namun demikian, Bahlil menyebut kegiatan impor komoditas energi dari AS bukan kali pertama di lakukan RI. Ia menyebut, Indonesia sudah melakukan impor BBM ke AS sejak lama.
“LPG, crude, BBM. Memang selama ini kan kita impor BBM. (Dari AS?) Iya, iya. Kan ada tiga item, dan saya sudah sampaikan berkali-kali ya,” terang Bahlil kepada wartawan di Kantor Kementerian ESDM, Jumat (18/7/2025).
Meski begitu, Bahlil menegaskan kewajiban impor energi dari AS harus saling menguntungkan dan sesuai nilai keekonomian. Karenanya, harga impor ini harus sesuai agar tidak berdampak pada harga subsidi energi.
“Semuanya kita akan hitung sesuai dengan harga keekonomian yang sama. Harus saling menguntungkan,” tegasnya.