Harga Minyak Goreng Diprediksi Naik Segini jika B50 Diterapkan

Posted on

Mandatori biodiesel 50% (B50) atau campuran BBM jenis solar dengan 50% minyak sawit mulai berlaku tahun 2026. Sejalan dengan itu, pemerintah juga menargetkan bisa menyetop impor solar agar tidak memberatkan APBN

Namun, pemerintah diminta berhati-hati dalam menerapkan kebijakan B50. Terlebih, ada kekhawatiran bahwa harga minyak goreng ikut naik saat kebijakan tersebut berlaku.

Guru Besar Kebijakan Agribisnis Institut Pertanian Bogor (IPB) Bayu Krisnamurthi memperkirakan harga minyak goreng akan naik sekitar Rp 1.900 per liter. Berlakunya B50 membuat pasokan sawit dialihkan untuk biodiesel.

“Kemudian yang lain adalah bahwa harga minyak goreng itu akan naik kira-kira sekitar Rp 1.900 per liter,” ujar eks Wakil Menteri Pertanian (Wamentan) itu dalam Forum Group Discussion di Hotel Borobudur, Jumat (7/10/2025).

Sementara itu, Tim peneliti Pusat Penelitian Pranata Pembangunan Universitas Indonesia (Pranata UI), Dr Surjadi menekankan pentingnya penerapan kebijakan biodiesel nasional secara terukur, adaptif, dan berbasis data ilmiah guna memperkuat agenda transisi energi hijau pemerintah.

“Penelitian kami, merekomendasikan agar seluruh pemangku kepentingan dalam industri ini mempertimbangkan seksama kapasitas produksi sawit nasional, daya saing ekspor, dan kesejahteraan petani agar manfaat program ini terasakan secara menyeluruh,” kata Dr Surjadi.

Indonesia saat ini merupakan produsen dan konsumen minyak sawit (CPO) terbesar di dunia, dengan produksi mencapai 48,2 juta ton atau 54% dari pasokan global, serta luas areal perkebunan sekitar 16,8 juta ha.

Namun, produksi 2025 diproyeksikan hanya mencapai 49,5 juta ton, sementara implementasi mandatori B50 menuntut peningkatan kapasitas produksi minyak sawit nasional sekitar 59 juta ton per tahun guna memenuhi kebutuhan dalam negeri. Hal ini menjadi risiko utama dalam mendukung mandatori biodiesel dan daya saing ekspor.

Simulasi menunjukkan bahwa penerapan mandatori biodiesel B50 dapat menghasilkan penghematan devisa impor solar sebesar Rp 172,35 triliun, namun berpotensi menekan ekspor CPO hingga Rp 190,5 triliun, angka yang justru lebih besar dari penghematan impor.

“Kondisi ini berisiko mengurangi surplus neraca perdagangan, menekan cadangan devisa, dan memengaruhi stabilitas nilai tukar rupiah. Penurunan ekspor mendorong harga CPO naik, bahkan kerap lebih mahal dari minyak nabati lain seperti kedelai, dengan selisih harga mencapai lebih dari US$ 100 per ton,” terang dia.

Sementara negara importir utama seperti India mulai mengalihkan permintaan ke minyak kedelai dan bunga matahari, sehingga impor CPO Indonesia diperkirakan turun ke titik terendah sejak 2019/2020. Kenaikan mandatori biodiesel dari B40 ke B50 berpotensi untuk meningkatkan harga minyak goreng domestik hingga 9%,

Lalu mendorong harga Tandan Buah Segar (TBS) naik sekitar Rp 618 per kilogram, seiring meningkatnya permintaan minyak sawit untuk bahan baku biodiesel. Namun, di balik potensi keuntungan tersebut, kebijakan B50 juga menimbulkan beban fiskal baru karena kebutuhan subsidi yang semakin besar untuk menjaga keekonomian program biodiesel.

Kenaikan tarif pungutan ekspor Crude Palm Oil (CPO) justru menekan harga TBS di tingkat petani. Peningkatan tarif sebesar 1% diperkirakan menurunkan harga TBS sekitar Rp 333 per kilogram.

Bahkan, untuk mendanai pelaksanaan B50, jika tarif ekspor dinaikkan lebih jauh hingga 15,17% dari sebelumnya 10%, tekanan terhadap harga TBS bisa mencapai Rp1.725 per kilogram. Dampak ini paling berat dirasakan oleh petani swadaya yang memiliki posisi tawar lemah dalam rantai pasok sawit.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *