Harga Bitcoin (BTC) sempat terkoreksi dan menyentuh level US$ 89.000 yang merupakan level terendah dalam tujuh bulan terakhir pada Selasa (18/11). Penurunan ini terjadi karena arus keluar dari ETF Bitcoin di Amerika Serikat (AS), serta kekhawatiran investor terhadap rencana tarif Presiden AS Donald Trump sebesar 500% kepada negara-negara yang masih melakukan perdagangan dengan Rusia.
Selama empat hari berturut-turut, ETF Bitcoin di AS mencatat arus keluar dari total kepemilikan 441.000 BTC menjadi sekitar 271.000 BTC. Puncaknya, terjadi redemption lebih dari US$ 800 juta dalam satu hari. Situasi ini menambah tekanan jual, terutama setelah harga Bitcoin gagal bertahan di atas area US$ 92.000 dan turun melewati batas psikologis US$ 90.000.
Meski begitu, pelemahan ini tidak disebabkan oleh penurunan fundamental aset kripto. Pada Rabu (19/11) Bitcoin mulai menunjukkan tanda penguatan seiring ekspektasi likuiditas yang membaik di AS, terutama setelah The Fed berencana menghentikan penurunan neracanya dan membuka opsi operasi repo yang bisa menambah cadangan dana ke sistem keuangan.
Namun, tekanan makro masih menahan langkah Bitcoin untuk naik lebih jauh. Sentimen pasar tetap rapuh akibat inflasi yang belum jinak, sektor properti dan otomotif yang melemah, serta ketidakpastian menjelang keputusan suku bunga The Fed pada 10 Desember 2025 mendatang.
Vice President Indodax, Antony Kusuma menekankan bahwa kondisi pasar seperti ini merupakan bagian dari dinamika alami siklus kripto. Ia mengatakan kondisi ini pun bersifat sementara.
“Pergerakan harga yang terjadi saat ini lebih banyak dipengaruhi faktor teknis dan sentimen global dalam jangka pendek. Fundamental aset digital tetap kuat, dan di situasi seperti ini penting bagi investor untuk mengambil keputusan secara tenang dan terukur,” ujar Antony dalam keterangan tertulis, Kamis (20/11/2025).
Antony melanjutkan bahwa volatilitas jangka pendek tidak mengubah pandangan jangka panjang para pelaku pasar berpengalaman. Ia juga yakin aset digital tetap kuat, meskipun harga sedang berada dalam tekanan.
“Bagi investor jangka panjang, momen seperti ini sering dianggap sebagai peluang untuk menambah posisi secara bertahap,” tambah Antony.
Di tengah volatilitas yang meningkat, pihaknya mengimbau seluruh investor untuk tetap mengutamakan manajemen risiko dan tidak melakukan keputusan emosional. Koreksi seperti ini dinilai wajar terjadi setelah Bitcoin sempat mencapai level tertinggi sepanjang masa pada awal Oktober 2025 lalu.
Berdasarkan data CoinMarketCap, Bitcoin berada pada level US$ 92.381 pada pukul 11.00. Bitcoin mulai menguat sebanyak 0,67%.






