Fundamental Vale Indonesia Loyo, Laba Terjepit Harga Nikel

Posted on

Emiten anggota MIND ID, PT Vale Indonesia Tbk (INCO), mencatat tren keuangan negatif di semester I 2025. Hal tersebut tercermin dalam laporan keuangan Vale yang diunggah dalam laman Keterbukaan Informasi Bursa Efek Indonesia (BEI).

Hingga semester I 2025, Vale membukukan penurunan laba bersih sebesar 32% menjadi US$ 25,2 juta atau sekitar Rp 410,09 miliar (asumsi kurs Rp 16.273). Sementara pada kuartal II 2025, Vale membukukan laba bersih sebesar US$ 3,5 juta atau sekitar Rp 56,95 miliar dari US$ 21,8 juta atau sekitar Rp 354,76 miliar.

Penyusutan tajam laba kuartalan Vale Indonesia ini terjadi akibat keuntungan satu kali atau one-off atas pengakuan nilai wajar aset derivatif sebesar US$ 16,6 juta. Hal ini yang menyebabkan menurun tajamnya pendapatan perseroan di kuartal II 2025.

Dari sisi pendapatan, Vale turut mencatat koreksi di semester I 2025 menjadi US$ 426,73 juta atau sekitar Rp 6,94 triliun dari US$ 478,75 juta atau Rp 7,79 triliun di periode yang sama di tahun sebelumnya. Namun, beban pokok pendapatan perseroan menyusut di semester I 2025, menjadi US$ 396,58 juta atau Rp 6,45 triliun dari US$ 417,16 juta atau Rp 6,79 triliun.

Menurunnya kinerja fundamental perseroan terjadi seiring melemahnya rata-rata harga nikel. Padahal, perseroan mencatat pertumbuhan dari segi produksi nikel di kuartal II 2025.

Vale Indonesia mencatat pertumbuhan produksi nikel matte sebesar 9% di kuartal II 2025, menjadi 18.557 metrik ton dibandingkan periode sebelumnya sebesar 17.027 metrik ton. Secara tahunan, produksi nikel Vale juga tercatat tumbuh 12%.

Kemudian sepanjang semester I 2025, produksi nikel matte Vale Indonesia juga tercatat tumbuh meski terbilang tipis, yakni sebesar 2% menjadi 35.584 metrik ton dari 34.774 metrik ton di periode yang sama tahun sebelumnya. Namun, pertumbuhan produksi tidak sebanding dengan penjualannya.

Vale mencatat penurunan jumlah penjualan nikel matte sepanjang semester I 2025, yakni menjadi 35.119 metrik ton dari 35.680 metrik ton di semester I 2024. Menurunnya jumlah penjualan nikel matte ini juga sejalan dengan melemahnya harga rata-rata komoditas tersebut, yang tercatat US$ 12.014 per ton dari US$ 13.418 per ton di semester I 2024.

Sementara untuk pendapatan sebelum pajak atau EBITDA perseroan tercatat menyusut, baik secara kuartal maupun semester. Di kuartal II EBITDA perseroan tercatat sebesar US$ 40 juta dari US$ 51,7 juta. Kemudian sepanjang semester I 2025, tercatat sebesar US$ 91,7 juta dari US$ 124,85 juta di periode yang sama di semester sebelumnya.

Meski begitu, Perseroan meyakini telah memiliki fondasi yang kuat untuk memulai paruh kedua 2025. Pasalnya, Vale telah mencapai kesepakatan harga nikel matte dengan pelanggannya.

“Kami akan memiliki baseline yang lebih kuat mulai paruh kedua tahun ini. Kami telah mencapai kesepakatan baru untuk penetapan harga nikel matte dengan para pelanggan dan juga memperoleh persetujuan untuk revisi Rencana Kerja dan Anggaran Belanja sekitar 2,2 juta ton bijih saprolit dari blok Bahodopi. Perkembangan ini diharapkan dapat menghasilkan lebih banyak aliran pendapatan dan memperkuat baseline PT Vale ke depannya,” ujar Rizky Putra, Direktur sekaligus Chief Financial Officer Perseroan Vale Indonesia, Rabu (30/7/2025).

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *