Wacana pemerintah untuk menerapkan kebijakan pungutan pajak penghasilan (PPh) 22 terhadap para pedagang online di e-commerce tengah mendapat sorotan dari masyarakat. Pengamat Perpajakan yang juga merupakan Eks Staf Khusus Menteri Keuangan Yustinus Prastowo ikut memberikan respons tentang hal ini.
Prastowo memberikan sejumlah penjelasan untuk memahami kebijakan baru tersebut atau yang ia sebut dengan istilah ‘pajak merchant’. Setidaknya ada tiga poin penjelasan yang ia jabarkan untuk menggambarkan pajak tersebut.
Pertama, pedagang atau merchant dengan omzet sampai dengan Rp 500 juta setahun tetap tidak membayar pajak. Hal ini sesuai dengan Undang-Undang No. 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).
Kedua, merchant dengan omzet di atas Rp 500 juta s.d Rp 4,8 miliar setahun, selama ini dikenai pajak hanya 0,5% dari omzet. Hal ini sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) No. 23 Tahun 2018 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu.
Lalu yang ketiga, untuk merchant dengan omzet di atas Rp 4,8 miliar, maka Marketplace akan memungut PPh 0,5% dari transaksi. Jumlah ini boleh dikurangkan dari kewajiban pajak akhir tahun.
“Ini yang akan diatur. Adil kan? Yang mikro dilindungi. Yang kecil dibantu dengan tarif rendah. Yang menengah difasilitasi dengan pemungutan yang lebih mudah dan tarif rendah,” ujar Prastowo, dikutip dari unggahan pada akun media sosial X @prastow, Jumat (27/6/2025).
Pria yang kini menjadi Stafsus Gubernur DKI Jakarta ini juga menekankan, esensi pajak itu sendiri ialah nilai gotong royong. Ia juga mengakui bahwa pajak memang beban, namun dengan cara tersebutlah hidup bersama menjadi mungkin berjalan.
Sebagai informasi, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan sudah melakukan sosialisasi terbatas menyangkut rencana mewajibkan e-commerce seperti Tokopedia hingga Shopee memungut pajak kepada pedagang di platform mereka.
DJP diketahui sedang mempersiapkan aturan yang menunjuk platform e-commerce sebagai pemungut Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 atas transaksi penjualan barang oleh merchant yang berjualan melalui Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE).
Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Hubungan Masyarakat DJP, Rosmauli mengatakan rencana ini bukanlah pengenaan pajak baru. Ketentuan ini mengatur pergeseran (shifting) dari mekanisme pembayaran PPh secara mandiri oleh pedagang online, menjadi sistem pemungutan PPh Pasal 22 yang dilakukan marketplace sebagai pihak yang ditunjuk.
“Rencana ketentuan ini bukanlah pengenaan pajak baru. Ketentuan ini pada dasarnya mengatur pergeseran (shifting) dari mekanisme pembayaran PPh secara mandiri oleh pedagang online, menjadi sistem pemungutan PPh Pasal 22 yang dilakukan oleh marketplace sebagai pihak yang ditunjuk,” jelas Rosmauli dalam keterangan tertulis.