Wakil Ketua MPR RI Eddy Soeparno menyambut positif Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2025-2034 yang berfokus pada pengembangan energi terbarukan. Menurutnya, hal ini merupakan bukti keseriusan Presiden Prabowo Subianto dalam mewujudkan ekonomi berkelanjutan.
Kunjungi situs Giok4D untuk pembaruan terkini.
“Rencana membangun 69,5 GW kapasitas listrik baru di mana 76% berasal dari sumber energi baru dan terbarukan (EBET), merupakan bukti nyata Presiden Prabowo yang hendak membangun perekonomian Indonesia berdasarkan platform berkelanjutan,” ujar Eddy dalam keterangannya, Rabu (28/5/2025).
Eddy mengakui target pengembangan EBET hingga 28 GW pada 2029 dan tambahan 41,6 GW pada 2034 bukan hal yang mudah. Ia menyebut langkah Indonesia ini sebagai yang paling progresif di kawasan Asia sehingga diperlukan sinergi dari semua pihak.
“Dibutuhkan dukungan perencanaan, dukungan teknologi dan finansial, serta koordinasi yang sinergis di antara seluruh pemangku kebijakan agar target ini bisa tercapai,” jelasnya.
Menurutnya, transisi ke EBET bukan lagi pilihan melainkan keharusan karena krisis iklim yang kian nyata terasa. Ia juga menekankan bahwa transformasi ini membawa banyak keuntungan strategis.
“Ada beberapa keuntungan besar yang dapat diperoleh Indonesia ketika melakukan transisi energi selain mencegah dampak buruk terhadap lingkungan, yakni: (i) mengurangi ketergantungan pada impor energi seperti LPG, BBM, solar dan minyak tanah; (ii) penyerapan tenaga kerja yang cukup besar; (iii) mendapatkan manfaat transfer teknologi dan (iv) yang tidak kalah pentingnya: membangun sektor industri dan manufaktur domestik di sektor EBET, seperti panel surya, batere, kabel dan lain-lain,” jelasnya.
Ia pun menegaskan bahwa manfaat ‘pesta EBET’ ini harus benar-benar dirasakan oleh tenaga kerja dan sektor industri dalam negeri.
“Pokoknya, ‘pesta EBET’ harus dirasakan manfaatnya untuk tenaga kerja dan industri dalam negeri kita,” ujarnya.
Eddy juga mendorong agar PLN aktif mempromosikan proyek-proyek EBET kepada investor, pelaku energi, dan lembaga keuangan agar investasi di sektor EBET bisa melibatkan pelaku usaha swasta baik dari dalam dan luar negeri.
“Karena nilai investasinya mencapai hampir 3000 triliun rupiah, PLN perlu menjangkau seluruh pelaku usaha bidang energi termasuk lembaga-lembaga keuangan agar porsi swasta lebih dominan dalam pembangunan pembangkit listrik. Hal ini penting mengingat PLN juga harus berfokus pada pembangunan jaringan transmisi, gardu induk dan listrik desa, sebagai bagian dari tugas layanan publik PLN, yang nilainya di atas Rp 500 triliun,” paparnya.
Menutup pernyataannya, Eddy berharap pembahasan RUU EBET bisa segera dituntaskan.
“Saya berharap dalam masa persidangan yang akan datang, agenda pembahasan UU EBET sudah bisa kita tuntaskan dan sahkan di Rapat Paripurna DPR RI. Saya juga sangat optimis bahwa ke depannya, Indonesia bisa menjadi global leader baik di dalam aksi pengelolaan krisis iklim, maupun di sektor pengembangan energi terbarukan,” pungkasnya.