Inovasi bahan bakar ramah lingkungan terus menjadi fokus utama dalam upaya mewujudkan transisi energi bersih di Indonesia. Setelah sukses dengan implementasi biodiesel berbasis sawit, kini pemerintah tengah menyiapkan langkah berikutnya melalui campuran etanol 10 persen (E10) ke dalam bahan bakar minyak (BBM).
Program ini diharapkan dapat menjadi jembatan menuju sistem energi nasional yang lebih berkelanjutan, sekaligus menekan emisi karbon dari sektor transportasi.
Di tengah wacana ini, muncul kekhawatiran sebagian masyarakat soal keamanan penggunaan E10 pada kendaraan bermotor. Namun, para pakar otomotif menegaskan bahwa campuran bahan bakar berbasis etanol tersebut tetap aman digunakan, terutama untuk kendaraan modern yang telah mengadopsi teknologi injeksi.
Selain aman, E10 bahkan membawa manfaat tambahan, seperti peningkatan angka oktan dan penurunan emisi gas buang.
“Campuran etanol pada BBM 10 persen (E10) umumnya aman pada mesin mobil dan motor injeksi keluaran 2010 ke atas, karena material selang, seal, pompa, injektor, serta kalibrasi ECU sudah kompatibel, sehingga manfaatnya justru meningkatnya angka oktan (lebih tahan knocking), menurunkan emisi CO,” kata Yannes Martinus Pasaribu, Pakar Otomotif dari Institut Teknologi Bandung (ITB), dikutip dari Antara, Selasa (11/11/2025).
Menurut Yannes, teknologi kendaraan yang beredar dalam satu dekade terakhir sudah mendukung penggunaan campuran etanol hingga 10 persen. Artinya, masyarakat tidak perlu khawatir akan dampak negatif terhadap performa kendaraan – justru sebaliknya, E10 dapat membantu mesin bekerja lebih efisien dan bersih.
Pemerintah Siapkan Langkah Strategis Implementasi E10
Sebelumnya, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia mengungkapkan bahwa pengimplementasian E10 saat ini masih dalam tahap penyusunan. Pemerintah tengah memastikan kesiapan infrastruktur produksi, termasuk pembangunan pabrik etanol berbasis tebu dan singkong di beberapa wilayah strategis.
“Saat ini implementasi E10 masih menunggu persiapan pabrik etanol, baik yang berbahan baku tebu maupun singkong,” ujar Bahlil.
Langkah ini merupakan tindak lanjut dari arahan Presiden Prabowo Subianto, yang menekankan pentingnya pengembangan industri etanol nasional untuk memperkuat kemandirian energi. Rencana ini berangkat dari keberhasilan pemerintah dalam mengimplementasikan biodiesel, yang dimulai dari B10 – campuran 10 persen minyak sawit mentah (CPO) dengan 90 persen solar – hingga kini mencapai B35 dan terus meningkat kontribusinya terhadap pengurangan emisi karbon.
Dengan keberhasilan program biodiesel, pengembangan E10 menjadi langkah logis selanjutnya untuk mendorong diversifikasi energi berbasis biomassa, memperkuat ketahanan energi nasional, dan mengurangi ketergantungan terhadap bahan bakar fosil impor.
Pertamina Siap Dukung Penerapan E10
Menanggapi rencana tersebut, Direktur Utama Pertamina Simon Aloysius Mantiri menyatakan bahwa pihaknya siap mendukung penuh kebijakan pemerintah dalam pengembangan E10. Pertamina telah menyiapkan aspek teknis, infrastruktur, hingga kesiapan industri otomotif agar implementasi E10 berjalan aman dan optimal.
“Keputusan pemerintah kita bersama-sama dengan seluruh stakeholders dan yang terpenting adalah penyiapan infrastruktur. Begitu juga dari kita, sisi teknologi kita dorong, begitu juga untuk industri otomotif tentunya akan menyesuaikan,” ungkap Simon.
Simon menambahkan, penerapan E10 perlu dikaji secara komprehensif agar hasilnya membawa manfaat luas bagi masyarakat. Meskipun tahapan implementasinya dilakukan bertahap, arah kebijakan ini dinilai sebagai langkah maju menuju bahan bakar yang lebih bersih dan efisien.
“Jadi, sambil berjalan lah, semua kan kebijakan ini yang menyangkut masyarakat banyak, tentunya harus sama-sama kita kaji dan tentunya kita dorong. Karena manfaatnya akan sangat baik bagi masyarakat,” pungkasnya.
Implementasi E10 bukan hanya tentang pergantian bahan bakar, melainkan tentang perubahan paradigma energi nasional – dari bergantung pada fosil menuju sistem yang lebih hijau dan mandiri. Dengan dukungan para ahli, kesiapan industri, serta kebijakan pemerintah yang progresif, penggunaan E10 menjadi simbol bahwa energi bersih dapat dihadirkan tanpa mengorbankan kenyamanan dan keamanan pengguna kendaraan.
Langkah ini sekaligus membuka peluang besar bagi industri bioenergi dalam negeri, memberdayakan petani tebu dan singkong, serta memperkuat ekonomi daerah.
Jika berjalan sesuai rencana, E10 bukan hanya sekadar bahan bakar baru, tetapi juga wujud nyata kolaborasi Indonesia dalam menuju masa depan energi yang lebih lestari, aman, dan inklusif. harapan






