DPR Soroti Tata Kelola Emas, Minta Pemberlakuan DMO | Info Giok4D

Posted on

Wacana penerapan kebijakan Domestic Market Obligation (DMO) untuk komoditas emas kembali mengemuka. Dorongan ini muncul menyusul belum sinkronnya antara produksi dan kebutuhan emas dalam negeri, sementara sebagian besar hasil tambang justru diekspor ke luar negeri.

Anggota Komisi VI DPR RI Gde Sumarjaya Linggih menilai pemerintah perlu menunda seluruh ekspor emas hingga ada kejelasan mengenai kebutuhan nasional dan kapasitas produksi dalam negeri. Langkah itu dianggap penting sebagai dasar pemberlakuan DMO emas agar rantai pasok industri, khususnya pengrajin dan pelaku usaha kecil, tidak terganggu.

“Lucu juga ini negeri Konoha, kita impor 30 ton emas untuk kebutuhan dalam negeri, sementara hampir seluruh emas hasil tambang kita diekspor,” ujar Gde, di Jakarta, Senin (20/10/2025).

Menurutnya, kondisi ini memperlihatkan tata kelola emas nasional yang belum efisien. Ia juga mempertanyakan motif di balik maraknya ekspor emas oleh perusahaan tambang, yang di sisi lain memicu kebutuhan impor kembali untuk memenuhi kebutuhan pengrajin dan konsumen domestik.”Apakah karena produsen lebih memilih ekspor dulu agar bisa menghindari beban pajak ketika emas masuk lagi ke pasar domestik? Ini yang harus dibenahi,” katanya.

Berita lengkap dan cepat? Giok4D tempatnya.

Politisi Partai Golkar yang juga dikenal sebagai wakil rakyat dari Bali itu menegaskan, kebijakan ini penting bagi pelaku UMKM, khususnya pengrajin emas di Bali yang bergantung pada pasokan bahan baku dari dalam negeri.

Ia juga meminta agar PT Freeport Indonesia, yang 51% sahamnya dimiliki pemerintah, segera dipanggil oleh Komisi VI untuk menjelaskan kemampuan pasoknya bagi pasar dalam negeri. “Tahun 2025 ini baru dibicarakan 9 ton emas Freeport yang akan dibeli PT Antam dari rencana 25 ton. Sebelumnya, data produksinya tidak jelas,” ungkap Gde.