Donald Trump Membuat Tarif Tembaga, AS Tertarik dengan Indonesia

Posted on

Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump menyebutkan AS berhasil mendapatkan akses penuh atas semua hal di Indonesia. Termasuk berbagai sumber daya alam seperti tembaga tanpa harus dikenakan tarif. Mengapa Trump begitu tertarik dengan tembaga Indonesia?

Tembaga menjadi komoditas yang sangat dibutuhkan di Amerika Serikat (AS). Komoditas satu ini digunakan di setiap kabel-kabel elektronik yang digunakan di rumah-rumah hingga kendaraan-kendaraan di Amerika. Bahkan tembaga juga menjadi logam kedua yang paling banyak digunakan untuk industri pertahanan AS.

Para ahli mulai khawatir dengan rencana Presiden Donald Trump untuk mengenakan tarif pada logam merah tersebut dapat menghambat tujuan peningkatan manufaktur Amerika, bahkan berpotensi memicu inflasi di tengah masyarakat.

Seperti diketahui, Trump pada 8 Juli baru saja mengumumkan ancaman tarif 50% untuk impor tembaga yang dimulai 1 Agustus. Kebijakan itu langsung memicu harga tembaga melonjak 13% dalam satu hari, mencapai rekor tertinggi US$ 5,69 per pon. Ini merupakan kenaikan harga tembaga satu hari terbesar yang pernah tercatat sejak tahun 1968, menurut FactSet.

Meskipun Trump mengatakan tarif tembaganya diperlukan untuk memacu produksi dalam negeri karena masalah keamanan nasional. Namun nampaknya itu tidak bisa menjadi solusi instan.

Diketahui selama ini AS mengimpor lebih dari 50% tembaga yang dibutuhkan untuk konsumsi nasional. Paling banyak impor dilakukan dari negara-negara Amerika Latin.

“Kenaikan harga-harga tersebut bisa jadi hanya pertanda akan datangnya masalah. Tarif 50% akan menjadi pajak besar-besaran bagi konsumen tembaga,” ujar Ole Hansen, kepala strategi komoditas di Saxo Bank, dilansir dari CNN, Jumat (18/7/2025).

Hasil akhir dari tarif tembaga yang besar itu diyakini hanya membuat harga yang lebih tinggi untuk banyak barang yang diedarkan di pasar AS.

“Harga yang ditimbulkan oleh tarif berisiko membuat tembaga dan juga manufaktur dan infrastruktur AS jadi jauh lebih mahal,” kata Hansen.

Tembaga sangat konduktif, menjadikannya input penting untuk produk listrik dan elektronik. Tembaga dapat ditemukan di chip ponsel, pipa ledeng di rumah, dan di mesin mobil. Komoditas satu ini benar-benar menjadi penopang kehidupan warga Amerika.

“Ini adalah logam vital untuk penggunaan sehari-hari. Anda mungkin tidak akan pernah melewati hari tanpa menggunakan sesuatu yang mengandung tembaga,” ujar Direktur Strategi Investasi Senior di grup manajemen aset US Bank, Rob Haworth.

Menjelang batas waktu tarif 1 Agustus yang ditetapkan sendiri oleh Trump, para pelaku bisnis dan investor masih bingung memikirkan risiko-risiko yang bisa terjadi karena kebijakan tersebut.

Yang jelas, para pelaku bisnis akan menghadapi biaya yang lebih tinggi karena tidak banyak pengganti tembaga yang layak. Hal ini diungkapkan langsung oleh Brandon Parsons, seorang praktisi ekonomi di Pepperdine Graziadio Business School.

Meskipun aluminium dapat menjadi pengganti tembaga. Namun, aluminium lebih mudah terbakar dan tidak memiliki konduktivitas yang sama, sehingga kurang layak untuk digunakan dalam produk seperti chip semikonduktor.

Sejauh ini, dari mana saja AS mendapatkan tembaganya? Chile, Kanada, dan Peru menjadi 3 negara terbesar pemasok tembaga ke negeri Paman Sam. Setidaknya pangsa pasar tembaga impor di AS dikuasai lebih dari 90% oleh ketiga negara Amerika Latin tersebut.

Sementara itu, pada tahun 2024 Amerika hanya mampu menambang sekitar 1,1 juta ton tembaga. Itu pun belum bisa memenuhi setengah dari konsumsi domestiknya. Arizona menjadi rumah bagi lebih dari 70% produksi tembaga domestik pada tahun 2024.

Amerika Serikat dalam beberapa dekade terakhir telah memproduksi lebih sedikit tembaga seiring dengan liberalisasi ekonomi global, yang memungkinkan negara tersebut mengimpor tembaga yang relatif murah dari negara-negara seperti Chili. Di sisi lain, cara seperti ini juga memungkinkan ekonomi AS untuk berekspansi ke industri lain.

Pembeli industri dan pedagang Wall Street dalam beberapa bulan terakhir telah mengirimkan tembaga dalam jumlah besar ke Amerika Serikat untuk mengantisipasi potensi tarif.

Morgan Stanley memperkirakan 400.000 ton, atau sekitar enam bulan pasokan ekstra tembaga telah dimuat dan dikirim ke AS pada bulan-bulan awal tahun 2025. Stok tembaga tersebut dapat menahan sementara gejolak pasar ketika tarif berlaku.

Namun, penumpukan tembaga tidak akan berlangsung selamanya, dan akan sulit bagi AS untuk memproduksi tembaga dalam jumlah yang cukup di dalam negeri.

Ewa Manthey, Ahli Strategi Komoditas di bank Belanda ING menilai pada suatu saat, AS kemungkinan perlu mengimpor lebih banyak tembaga dengan tarif 50%, dan tentunya hal ini dapat berisiko memicu lonjakan inflasi.

“Harga tembaga yang lebih tinggi juga berisiko memicu inflasi yang lebih tinggi, sehingga meningkatkan biaya bagi produsen AS yang tidak memiliki alternatif domestik,” kata Manthey.