Dikirimi Surat Tarif oleh Trump, Negara Ini Malah Girang Bukan Main!

Posted on

Bagi sebagian besar pemimpin dunia, surat tarif dari Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump merupakan masalah besar. Namun, bagi Jenderal Senior Min Aung Hlaing, panglima militer yang merebut kekuasaan di Myanmar pada tahun 2021, mengatakan bahwa dia mendapat “kehormatan” menerima surat tarif dari Trump yang dikirimkan kepadanya.

Surat tersebut menyatakan bahwa Trump akan mengenakan tarif baru sebesar 40% terhadap ekspor Myanmar ke AS mulai 1 Agustus 202. Hal ini diterima sebagai penghargaan yang tulus oleh Myanmar.

AS dan sebagian besar negara Barat belum mengakui junta militer sebagai pemerintah sah Myanmar, yang juga dikenal sebagai Burma. Perebutan kekuasaan oleh militer memicu perang saudara yang dahsyat yang kini memasuki tahun kelima, dengan para pejuang pro-demokrasi dan kelompok pemberontak etnis memerangi militer di seluruh wilayah negara. Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan kelompok hak asasi manusia lainnya menuduh militer melakukan kejahatan perang saat berjuang untuk mempertahankan kekuasaan.

AS, Inggris, dan Uni Eropa telah memberikan sanksi kepada militer dan berupaya membatasi kontak dengan perwakilannya di kancah dunia. AS dan sebagian besar ibu kota negara Barat tidak lagi menempatkan duta besar resmi di Myanmar, dan merupakan sebuah penghinaan diplomatik yang telah lama dikecam oleh para jenderal penguasa.

“Namun, surat minggu ini diutarakan sebagai undangan yang menggembirakan untuk terus berpartisipasi dalam Ekonomi Amerika Serikat yang luar biasa,” ujar Min Aung Hlaing, mengutip dari CNN World, Sabtu (12/7/2025).

Min Aung Hlaing mengatakan, tim negosiasi tingkat tinggi akan dikirim secepat mungkin ke AS untuk berdiskusi dengan otoritas terkait, jika diperlukan. Min Aung Hlaing juga meminta AS mempertimbangkan untuk mencabut dan melonggarkan sanksi ekonomi terhadap Myanmar.

“Karena sanksi tersebut menghambat kepentingan bersama dan kemakmuran kedua negara dan rakyatnya,” katanya.

Jenderal tersebut juga memanfaatkan kesempatan itu untuk memuji Trump. Ia memuji kepemimpinannya yang kuat dalam membimbing negaranya menuju kemakmuran nasional dengan semangat patriot sejati, serta upaya berkelanjutannya untuk mempromosikan perdamaian di panggung global.

Min Aung Hlaing berusaha untuk menarik keluhan Trump yang sudah lama ada, yakni klaimnya yang telah lama dibantah tentang kecurangan pemilu besar-besaran dalam pemilu 2020 yang dimenangkan oleh mantan Presiden Joe Biden.

“Serupa dengan tantangan yang dihadapi Presiden selama pemilu Amerika Serikat tahun 2020, Myanmar juga mengalami kecurangan pemilu yang besar dan penyimpangan yang signifikan,” katanya.

Pemilu yang ia maksud di Myanmar dimenangkan Aung San Suu Kyi dan partainya, Liga Nasional untuk Demokrasi, yang memenangkan masa jabatan kedua dengan mengorbankan partai proksi militer.

Pengamat internasional pada saat itu menyimpulkan bahwa pemilu tersebut sebagian besar bebas dan adil, tetapi militer segera mulai membuat klaim yang tidak berdasar tentang kecurangan besar-besaran. Beberapa minggu kemudian, militer melancarkan kudeta, mengakhiri eksperimen demokrasi selama 10 tahun dan menjerumuskan Myanmar ke dalam kekacauan.

Suu Kyi telah berada dalam tahanan militer sejak saat itu, dan menjalani hukuman penjara 27 tahun menyusul persidangan tertutup yang menurut para kritikus merupakan penipuan dan dirancang untuk menyingkirkan pemimpin populer dan musuh lama militer itu dari kehidupan politik.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *