Sulitnya mencari kerja di China melahirkan fenomena baru, yakni banyak pengangguran kini membayar perusahaan perkantoran agar mereka bisa menyewa ruang untuk bisa berpura-pura kerja.
Melansir News Bytes, Senin (11/8/2025), fenomena ini banyak terjadi di kota-kota besar seperti Shenzhen, Shanghai, Chengdu, Nanjing, Wuhan, dan Kunming. Meski tidak lazim membayar perusahaan agar bisa bekerja, kantor-kantor bohongan ini telah menjadi tempat bagi para dewasa muda untuk membangun komunitas dan terhindar dari sentimen negatif bagi para pengangguran di negara itu.
Meski ada juga beberapa ‘penyewa’ yang menggunakan kantor bohongan ini sebagai tempat mengerjakan proyek-proyek pribadi. Sebab kantor-kantor palsu ini dilengkapi dengan berbagai fasilitas seperti komputer dan ruang rapat.
Biaya harian sewa kantor ini juga biasanya berkisar antara 30-50 yuan atau setara Rp 67.950-113.250 (kurs Rp 2.260/yuan). Lalu tak sedikit juga perusahaan sewa kantor palsu ini dengan fasilitas makan siang dan camilan.
Sebagai contoh ada perusahaan Pretend To Work yang didirikan oleh seorang warga Dongguan Feiyu (30). Ia mengatakan ide bisnis ini muncul setelah dirinya mengalami pemecatan saat pandemi COVID-19 lalu.
“Yang saya jual bukanlah tempat kerja, melainkan martabat karena tidak menjadi orang yang tidak berguna,” ujarnya.
Feiyu sendiri tidak yakin apakah model bisnis sewa kantor untuk pura-pura kerja ini akan tetap menguntungkan dalam jangka panjang. Sebab ia melihatnya lebih sebagai eksperimen sosial daripada bisnis yang berkelanjutan.
“Tren ini menyoroti tantangan yang dihadapi kaum muda dewasa dalam menemukan peluang kerja nyata di tengah perubahan ekonomi. Tren ini juga menunjukkan bagaimana mereka memanfaatkan kreativitas dan komunitas untuk mengatasi tantangan tersebut,” paparnya.