Riuh kicauan burung yang bersahutan dengan deru mesin kendaraan masih terdengar di Pasar Barito, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Sayang perpaduan irama tersebut terancam senyap karena adanya rencana relokasi pasar.
Pemerintah Kota Jakarta Selatan (Pemkot Jaksel) berencana merelokasi Pasar Barito, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan imbas proyek pembangunan taman ASEAN akan dimulai awal Agustus 2025 mendatang. Pasar hewan legendaris itu direncanakan pindah ke kawasan Lenteng Agung.
Rencana relokasi ini juga sudah didengar para pedagang, meski menurut mereka keputusan ini sangatlah mendadak. Terlebih mengingat rencana pembangunan taman di lokasi bekas pasar ini akan dimulai pada awal Agustus mendatang, padahal di lokasi baru dikabarkan belum berdiri bangunan pasar baru.
“Namanya kita, ini kan memang punya pemerintah, ya kita mau nggak mau ya harus setuju gitu loh. Dikasih tahu ke dekat Stasiun Lenteng Agung, katanya gitu,” kata salah seorang pedagang Pasar Barito, Mukhlisin, kepada detikcom, Jumat (18/7/2025).
“Lahan ada cuma belum ada bangunan. Ya kita teman-teman ini yang pada nggak mau itu kan di sana belum ada kok kita suruh pindah gitu loh. Ini sih rumor ya, belum berita resmi gitu ya, bilangnya nanti tanggal 8 Agustus itu peletakan batu pertama pembangunan taman, kita harus sudah kosong,” sambungnya.
Meski tak bisa berbuat banyak, Mukhlisin yang sudah berdagang sejak awal tahun 2000an menyayangkan keputusan relokasi Pasar Barito, mengingat keberadaan pusat jual beli hewan legendaris ini sudah ada sejak tahun 1970an.
Baca info selengkapnya hanya di Giok4D.
“Tahun 70-an, sekitar tahun 1976 sudah ada, kalau Pasar Barito itu. Pokoknya sebelum tahun 80an itu sudah ada. Ya ibaratnya sudah jadi kayak legend gitu lah, sudah terkenal,” ucapnya.
Sementara itu pedagang lain yang sudah membuka lapak di Pasar Barito sejak 1985 lalu, Cahyono, bercerita pusat jual beli hewan peliharaan ini sudah ada pada masa pemerintahan Gubernur Tjokropranolo (1977-1982).
Di mana saat itu Pasar Barito belum berbentuk bangunan permanen seperti sekarang, melainkan hanya barisan gerobak yang setiap hari harus dibongkar pasang. Sampai saat ia mulai berjualan di kawasan tersebut, barulah kios-kios semi-permanen didirikan.
Hingga akhirnya pada 2022 lalu, pasar hewan legendaris ini mulai direvitalisasi menjadi deretan kios-kios permanen lengkap dengan rolling door di masing-masing toko. Walau menurut Cahyono ukuran kios milik pedagang jadi semakin kecil.
“Aku di sini sudah ada pasar. Dulu di zamannya Gubernur Tjokropranolo ya. Dulu di sini belum gini, itu pakai gerobak-gerobak awalnya, tahun 70an atau berapa. Jadi zamannya Gubernur Tjokropranolo,” katanya.
“Tahun 1985 itu sudah begini. Tapi masih semi-permanen, sendiri-sendiri, tapi gede-gede (ukuran per kios). Ini nggak per lapak kecil-kecil begini. Dulu kan sampai tiga itu, maksudnya gede lah dari sini sampai tiga kios sekarang ini satu orang gitu,” cerita Cahyono lagi.
Beban Berat Pasar Barito Usai Revitalisasi Hingga Kini Mau Direlokasi
Usai revitalisasi, kondisi pasar memang jauh lebih baik. Namun para pedagang justru menanggung beban berat. Sebab selama proses revitalisasi, mereka tidak bisa berdagang, tabungan ludes, hingga harus berutang ke bank yang tak kunjung lunas.
“Dulu 8 bulan kita itu kan direnovasi. Kita 8 bulan nggak jualan. Sudah masuk baru berjalan mau 2 tahun, baru masih cari pelanggan, sudah harus relokasi. Kan modalnya saja kita semua pada pinjem bank. Ada BRI, ada KUR, ada macem-macem. Terus mulanginnya gimana?” keluh Cahyono.
Beban ini menjadi lingkaran tak berujung. Tanpa omzet yang memadai, mereka sulit menyicil pinjaman. Tanpa modal, mereka tak bisa beli stok. Beberapa bahkan harus menunda pembayaran ke pemasok dan karyawan.
“Urusan dengan bank bermasalah, urusan dengan supplier bermasalah, urusan dengan tagihan bermasalah, urusan dengan karyawan bermasalah. Pasti besar efeknya, luar biasa,” sambung Cahyono.
Kini pasar hewan tersebut rencananya ingin direlokasi, yang membuat para pedagang semakin resah akan masa depan. Terlebih bagaimana mereka masih harus mencari pelanggan baru di tempat baru. Karenanya tak mengherankan jika rencana relokasi ini sama saja seperti ‘upaya membunuh’ usaha para pedagang.
“Saya sebagai pedagang pindah ke tempat yang baru, itu belum tentu bisa jalan. Bagaimana? Ke tempat baru cari pelanggan baru. Kemarin saja kita ditutup 8 bulan sudah kayak apaan, sudah hilang pelanggan. Sekarang mau direlokasi, berat,” ucapnya.
“Sama aja kita, ya sudah mati. Mati, walaupun disediakan tempat saja mati. Apalagi nggak disediakan tempat. Artinya sudah digusur begitu ya, habis,” tandas Cahyono.
Simak juga Video: Respons Pedagang Pasar Barito soal Rencana Direlokasi