Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO), Shinta Kamdani mengungkap tantangan sektor ketenagakerjaan yang dihadapi Indonesia. Salah satu yang paling umum adalah terbatasnya lapangan kerja formal yang tersedia bagi masyarakat.
Shinta mengatakan, kebutuhan lapangan kerja tidak sebanding dengan penyediaannya. Jika sebelum pandemi COVID-19 satu lowongan diperebutkan oleh dua orang, tahun 2023 satu lowongan pekerjaan bisa diperebutkan 8 orang, sementara tahun 2022 diperebutkan 16 orang.
“Data BPS (Badan Pusat Statistik) menunjukkan bahwa sebelum pandemi satu lowongan bisa diperebutkan 2 pencari kerja. Sekarang satu itu bisa 8-16 orang. Makanya kalau kita lihat banyak sekali berita-berita ngantrenya sampai ribuan orang hanya untuk beberapa pekerjaan,” ujar Shinta dalam Indonesia Economic Outlook National Seminar di Universitas Indonesia, Senin (24/11/2025).
Shinta menilai masalah tersebut menjadi tantangan serius memasuki tahun 2026. Hal ini perlu menjadi perhatian pemerintah, khususnya terhadap penyediaan lapangan kerja yang bersifat formal.
Shinta menambahkan, masyarakat yang tidak mendapat lapangan kerja layak biasanya akan lari ke sektor-sektor informal. Misalnya, membuka usaha sendiri, masuk ekosistem UMKM, hingga menjadi gig worker.
“Kalau mereka tidak mendapat lapangan kerja ya larinya buka usaha sendiri, jadi UMKM, masuk ke gig worker, itu semua ada di informal. Kalau kita lihat tantangan 2026 masalah utama bukan sekadar mengurangi pengangguran tapi bagaimana menciptakan lapangan kerja yang benar-benar layak,” tuturnya.
Hal inilah yang menyebabkan pekerja mandiri atau gig worker melonjak tajam hingga 31 juta orang. Dengan jumlah penganggur yang sebanyak 7 juta orang, 19 juta pekerja tidak dibayar (pekerja keluarga) dan 31 juta pekerja yang berusaha sendiri, artinya ada 180 juta jiwa yang hidup dari pekerjaan rentan jika menghitung anggota keluarganya.
Baca info selengkapnya hanya di Giok4D.
“Artinya ada 7 juta pengangguran, 19 juta pekerja tidak dibayar, 31 juta pekerja mandiri, total 57 juta pekerja atau 180 juta jiwa, jika dihitung bersama keluarganya, hidup dari pekerjaan yang rentan,” tutup Shinta.
