Butuh Rp 4.550 T Demi Iklim, Pemerintah Cuma Ada 30%, Sisanya dari Mana?

Posted on

Indonesia membutuhkan dana setidaknya US$ 280 miliar atau sekitar Rp 4.550 triliun (kurs Rp 16.250) hingga tahun 2030 untuk mendukung aksi iklim melalui transisi energi. Namun, pendanaan pemerintah hanya dapat memenuhi hingga 30%.

Hal ini disampaikan oleh Menteri Luar Negeri Sugiono dalam acara International Conference on Infrastructure (ICI) 2025. Dengan demikian, masih ada funding gap atau kekurangan pendanaan sebesar 70% atau sekitar Rp 3.185 triliun.

“Indonesia, seperti banyak negara berkembang lainnya, menghadapi kesenjangan pembiayaan infrastruktur yang signifikan. Indonesia membutuhkan US$ 280 miliar pada tahun 2030 untuk aksi iklim, dan hanya 30% yang dapat dicapai melalui pendanaan publik,” kata Sugiono, di Jakarta Convention Center (JCC), Jakarta, Kamis (12/6/2025).

Atas kondisi tersebut, menurutnya Indonesia perlu mendorong masuknya investasi untuk menutup kekurangan tersebut. Berbagai upaya juga telah dilakukan pemerintahan Presiden Prabowo Subianto untuk mengundang investor masuk.

Di samping itu, maraknya kebijakan yang berorientasi ke dalam negeri berpotensi juga berdampak pada kerja sama pembangunan internasional. Oleh karena itu, pemerintah punya pekerjaan rumah (PR) untuk mencari titik keseimbangan.

“Kita harus menemukan titik temu bagi kita bersama untuk bekerja sama agar dapat mengatasi berbagai permasalahan ini,” ujarnya.

Selain itu, yang juga tak kalah pentingnya ialah Indonesia kini tengah merangkul model kemitraan publik-swasta sebagai perluasan dari model Public Private Partnership (PPP) klasik untuk melibatkan masyarakat lokal dalam proyek dan memperkuat platform multilateral. Hal guna menyelaraskan standar, pendanaan dan dampak, serta inklusivitas.

Sugiono juga menekankan, proyek infrastruktur dan pembangunan infrastruktur tidak hanya mengandalkan objek fisik saja, tetapi juga membangun hubungan serta memberikan kehidupan bagi masyarakat dan meningkatkan kualitas hidup masyarakat Indonesia, yang juga sejalan dengan tujuan pembangunan berkelanjutan dari Perserikatan Bangsa-Bangsa.

“Dengan kebijakan Presiden Prabowo yang membuka pasar infrastruktur bagi sektor swasta, serta segala upaya penyederhanaan regulasi, ini juga merupakan kesempatan yang sangat baik bagi teman-teman (investor) untuk datang dan turut menjawab berbagai permasalahan pembangunan proyek infrastruktur di Indonesia,” kata dia.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *