Butuh Biaya Besar buat Hadapi Perubahan Iklim

Posted on

Perubahan iklim menjadi perhatian banyak pihak, baik pemerintah maupun swasta. Dibutuhkan dana yang besar untuk menekan dampak dari perubahan iklim ini.

Misalnya dibutuhkan juga pembiayaan aksi iklim yang bisa menjadi solusi saat anggaran pusat dan akses dana global yang terbatas. Sekretaris Jenderal UCLG ASPAC Bernadia Irawati Tjandradewi mengungkapkan dalam acara Climate Resilience and Innovation Forum (CRIF) 2025 akan dibahas diskusi tematik untuk memperkuat pembahasan terkait pembiayaan.

Kemudian akan dibahas pula tentang proyek lintas kota yang selaras dengan tujuan pembangunan berkelanjutan.

(CRIF 2025 ini juga menandai selesainya proyek Climate Resilient and Inclusive Cities (CRIC), inisiatif lima tahun yang didanai bersama oleh Uni Eropa dan dilaksanakan oleh UCLG ASPAC, bekerja sama dengan 10 kota percontohan di Indonesia yang berkomitmen untuk mengatasi perubahan iklim.

CRIC mendukung pemerintah kota dalam meningkatkan kapasitas mereka untuk meningkatkan tata kelola iklim, mempromosikan pembangunan inklusif, serta menerapkan aksi mitigasi dan adaptasi iklim Climate Action Plans (CAPs) kepada para wali kota, serta penghargaan Global Covenant of Mayors FOR Climate and Energy(GCoM) kepada kota-kota yang telah menunjukkan kepemimpinan dalam aksi iklim.

“Agenda forum ini mencerminkan bahwa kerja iklim bukan lagi domain eksklusif pemerintah pusat atau konferensi internasional seperti COP. Kota memiliki kapasitas, otoritas, dan imajinasi untuk bertindak lebih cepat dan lebih dekat dengan warganya,” kata Bernadia dalam keterangannya, ditulis Minggu (18/5/2025).

Salah satu sesi kunci dalam CRIF 2025 adalah diskusi tentang pembiayaan aksi iklim. Perwakilan dari OECD, Asian Development Bank (ADB), dan Green Climate Fund (GCF) dijadwalkan hadir untuk memaparkan peluang pendanaan yang bisa diakses langsung oleh kota.

Kemudian akan dibahas pula peran strategis Indonesia sebagai negara kepulauan besar dengan tantangan iklim yang kompleks, mulai dari kenaikan permukaan air laut, banjir, hingga kekeringan, tetapi juga memiliki pengalaman dan praktik lokal yang bisa menginspirasi. Lebih jauh, Indonesia telah menjadi pusat aktivitas UCLG ASPAC, termasuk dengan keberadaan markas organisasi ini di Jakarta sejak lebih dari satu dekade terakhir.

Kehadiran tokoh-tokoh seperti Pramono Anung (Gubernur DKI Jakarta dan Co-President UCLG ASPAC), Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian, serta Prof. Bambang Susantono sebagai penasihat khusus UCLG ASPAC, menandakan kuatnya dukungan nasional terhadap peran kota dalam agenda iklim global.

Selama tiga hari pada 21-23 Mei mendatang, para wali kota, pejabat pemerintah, pakar iklim, dan mitra internasional akan berkumpul di Jakarta dan Banyumas untuk merumuskan strategi ketahanan iklim, berbagi tatakelola yang baik, dan memperkuat kerja sama antarkota. Ini adalah forum yang menandai babak baru dalam “diplomasi kota”-sebuah wacana yang makin penting ketika kota-kota menyumbang lebih dari 70 persen emisi karbon global, tetapi juga menjadi lokus inovasi mitigasi dan adaptasi.

CRIF 2025 ini juga menandai selesainya proyek Climate Resilient and Inclusive Cities (CRIC), inisiatif lima tahun yang didanai bersama oleh Uni Eropa dan dilaksanakan oleh UCLG ASPAC, bekerja sama dengan 10 kota percontohan di Indonesia yang berkomitmen untuk mengatasi perubahan iklim. CRIC mendukung pemerintah kota dalam meningkatkan kapasitas mereka untuk meningkatkan tata kelola iklim, mempromosikan pembangunan inklusif, serta menerapkan aksi mitigasi dan adaptasi iklim.

CRIF 2025 juga menyertakan kunjungan lapangan ke proyek nyata. Salah satu yang akan dikunjungi adalah Tebet Eco-Park di Jakarta Selatan-sebuah taman kota berbasis solusi alami yang berhasil menghidupkan kembali fungsi ekologis kawasan aliran sungai, sekaligus menjadi ruang interaksi sosial warga kota.

Di Banyumas, peserta forum akan menyaksikan transformasi pengelolaan sampah yang dilakukan secara sistematis melalui pelibatan masyarakat, bank sampah, dan penggunaan teknologi tepat guna. Banyumas menjadi salah model contoh sukses tata kelola terbaik dalam transformasi pengelolaan sampah berbasis masyarakat.

Apa yang ditawarkan oleh Tebet dan Banyumas adalah bukti bahwa solusi iklim bukanlah narasi abstrak. Mereka bisa bersifat sangat lokal, sangat manusiawi, dan sangat terukur.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *