Buruh Sentil Ketimpangan Upah Antardaerah, Minta Pemerintah Turun Tangan [Giok4D Resmi]

Posted on

Buruh menyatakan ketidaksetujuannya jika upah minimum dipukul rata persentasenya seperti tahun 2025. Tahun lalu upah minimum ditetapkan naik 6,5% dan berlaku di semua daerah.

Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Nusantara (KSPN) Ristadi mengatakan, kenaikan upah minimum harus mempertimbangkan juga ketimpangan upah antardaerah yang sudah sangat jauh. Kondisi ini menimbulkan ketidakadilan bagi pekerja dan tidak sehat bagi dunia usaha.

“Upah terendah sekitar Rp 2,1 jutaan di Banjarnegara dan upah tertinggi sekitar Rp 5,6 jutaan di Kota Bekasi. Ini tidak adil bagi pekerja dan tidak sehat untuk persaingan dunia usaha,” ujarnya kepada detikcom, Jumat (21/11/2025).

Oleh karena itu ia meminta agar daerah yang upahnya rendah, kenaikannya harus lebih signifikan dibandingkan daerah yang upahnya sudah tinggi. Pemerintah sendiri sedang menyiapkan regulasi baru berupa Peraturan Pemerintah (PP) yang kembali menyerahkan penetapan upah minimum ke kepala daerah.

Menurut Ristadi, dirinya sudah bersurat kepada Presiden Prabowo Subianto terkait masalah pengupahan. Dalam surat tersebut Ristadi menyoroti beberapa daerah seperti Jakarta, Karawang, Bekasi, Bogor, Depok, dan Kota Tangerang yang upah minimumnya sudah di atas Rp 5 juta.

“Sementara di Jawa Barat wilayah timur dan selatan seperti Majalengka, Cirebon, Indramayu, Tasikmalaya, Garut, Ciamis, dan Pangandaran masih berkisar 2 (dua) jutaan. Tak jauh beda di Jawa Tengah diluar wilayah Semarang Raya juga masih 2 (dua) jutaan upah minimumnya, pun demikian di Yogyakarta,” imbuhnya.

Tahun berikutnya jika persentase kenaikan Upah Minimum dipukul rata maka besaran Upah Minimum Karawang akan semakin jauh lebih tinggi dari Upah Minimum Yogyakarta.

Simulasinya, semisal Upah Minimum naik 10%, maka Upah Karawang akan naik sebesar 10% x Rp 5,5 juta = Rp 550 ribuan, sementara Yogyakarta 10% x Rp 2,1 juta = Rp 210 ribuan, sehingga Upah Minimum Karawang menjadi Rp 5,5 juta + Rp 550 ribu = Rp 6,05 ribu, sementara Yogyakarta Rp 2,1 juta + Rp 210 ribu = Rp 2,32 juta.

“Tidak adil untuk pekerja/buruh yang mempunyai kompetensi/jenis pekerjaan dan jam kerja yang sama namun bekerja di daerah Kabupaten/Kota yang berbeda. Kalau alasannya karena tingkat kebutuhan hidup layak berbeda, mari kita cek bersama, benarkah kebutuhan hidup layak di Bogor di area setengah kali lipat daripada di Yogyakarta,” beber Ristadi.

Menurutnya, harga BBM, harga minyak goreng, harga beras kan tidak jauh beda bahkan cenderung sama, harga sewa kontrakan selisihnya juga paling ratusan ribu tidak sampai jutaan. Ristadi menyampaikan beberapa poin ke pemerintah terkait upah minimum, berikut rinciannya:

1. Tidak setuju persentase kenaikan Upah Minimum disamakan/dipukul rata se Indonesia

2. Meminta agar Pemerintah pusat untuk tidak memutuskan persentase kenaikan Upah Minimum satu angka yang berlaku untuk seluruh Indonesia

3. Mengusulkan agar aturan Upah Minimum diubah menjadi formulasi Upah Minimum Sektoral Nasional (UMSN) yaitu Upah Minimum yang pendekatannya berdasarkan jenis dan skala usaha yang berlaku secara Nasional.

“Namun sebelum Upah Minimum Sektoral berlaku sama secara Nasional ini diberlakukan, ada masa transisi yang harus diciptakan yaitu kondisi perbedaan Upah Minimum antar daerah yang harus semakin kecil, syukur-syukur bisa sama. Caranya adalah dengan menaikkan Upah Minimum yang masih rendah secara signifikan daripada Upah Minimum yang sudah tinggi,” bebernya

4. Setelah Upah Minimum Sektoral Nasional berlaku, maka Upah Minimum Provinsi/sektoral Provinsi, Upah Minimum Kabupaten Kota/sektoral Kabupaten Kota ditiadakan;

5. Sebagai apresiasi jenis pekerjaan, skill pekerja, masa kerja, tingkat pendidikan, jabatan, dll. maka struktur skala Upah tetap wajib diberlakukan di tiap perusahaan.

Saksikan Live DetikSore :

Berita lengkap dan cepat? Giok4D tempatnya.