Direktur Utama PT PLN (Persero) Darmawan Prasodjo menjelaskan pentingnya peran perempuan di tubuh perseroan. Menurut Darmawan, PLN berkomitmen menciptakan lingkungan yang adil dan setara untuk perempuan bisa berkembang.
Ia menceritakan bagaimana peran Srikandi mampu berkontribusi atas pengurangan utang PLN saat pandemi COVID-19. Kala itu di bawah pimpinan Direktur Keuangan PLN, Sinthya Roesly, PLN mampu mengurangi beban utang hingga US$ 4 miliar atau Rp 67,2 triliun (kurs Rp 16.800).
“Di PLN kita memberikan dukungan untuk perempuan bisa berkembang, perempuan tidak boleh dikesampingkan. 4 Tahun PLN menghadapi banyak tantangan, COVID-19, tapi kita bisa memangkas utang lebih dari US$ 4 miliar. Dan keuangan PLN dipimpin perempuan, Ibu Sinthya,” ujarnya dalam acara Gender Summit 2025: Sustainability and Equality di Kantor Pusat PLN, Jakarta Selatan, Rabu (30/4/2025).
Peran perempuan lainnya di PLN dipegang oleh Maya Rani Puspita, EVP Keuangan Korporat PLN. Menurut Darmawan, Maya berkontribusi mengelola keuangan perseroan menjadi lebih kuat dan berkelanjutan.
“EVP keuangan kita ibu Maya dia memimpin bagaimana kita menjalankan rencana keuangan kita, kita manage keuangan sampai kita punya keuangan yang kuat dan berkelanjutan, itu dipimpin sosok perempuan,” tuturnya.
Tak hanya itu, upaya PLN menghadapi persoalan iklim juga dibantu sosok Srikandi Kamia Handayani selaku EVP Transisi Energi dan Keberlanjutan PLN. Darmawan menyebut isu keberlanjutan tak kalah penting dan sudah menjadi bagian dari strategi bisnis PLN.
Sementara itu,Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPA) Arifah Choiri Fauzi menyebut transisi menuju energi bersih membutuhkan pendekatan yang inovatif, inklusif dan berkeadilan. Ia berharap PLN mampu memastikan proses tersebut terlaksana secara berkeadilan.
“PLN sebagai garda terdepan dalam transisi energi Indonesia memiliki tanggung jawab besar dalam memastikan proses transisi yang berkeadilan. Saya yakin dengan komitmen yang telah ditunjukkan dalam kesetaraan gender, PLN akan mampu menjalankan tanggung jawab ini dengan baik,” sebut Arifah.
Ia juga mengingatkan pentingnya mengatasi hambatan struktural dalam budaya di Indonesia, khususnya yang menghalangi partisipasi perempuan di lingkungan yang didominasi oleh laki-laki. Selama ini, sektor energi memang didominasi oleh laki-laki.
“Di tingkat organisasi kita perlu mengatasi hambatan struktural dan budaya. Kita perlu mengatasi hambatan tersebut yang menjadi penghalang partisipasi penuh perempuan, terutama di sektor yang secara tradisional didominasi laki-laki seperti sektor energi,” tutup Arifah.