Bisnis Buku di Jakpus Kian Tak Laku, Penjual Hanya Bisa Menatap Layar HP

Posted on

Sentra jual-beli buku legendaris di kawasan Senen dan Kwitang kini sepi pengunjung. Bahkan suasana lengang dan sunyi sejak pagi hingga siang hari ini membuat para pedagang hanya bisa terduduk lesu dan menatap layar handphone.

Berdasarkan pantauan detikcom di lokasi, Rabu (4/6/2025), sejak pagi hingga sekitar pukul 12.30 WIB, kedua sentra buku yang saling berdekatan ini masih terlihat sangat sepi pengunjung. Karena belum terlihat ada pengunjung yang datang untuk melihat-lihat koleksi buku yang ada.

Seorang penjual buku di Kwitang, Subhil (55), mengatakan suasana sepi pengunjung seperti ini sudah mulai terjadi sekitar tahun 2015 saat platform e-Commerce alias toko online mulai banyak digunakan. Menurutnya sejak saat itu jumlah pengunjung yang datang ke sentra buku legendaris tersebut kian berkurang dan terus turun.

“Ya sejak era smartphone ini. Tahun berapa tuh ada Tokopedia, Bukalapak, Shopee, nah itu, sejak mulai itu. 2015-an ya kalau gak salah. Tahun 2015-an kan mulai-mulai online,” kata Subhil kepada detikcom di lokasi, Rabu (4/6/2025).

Belum lagi seiring bertambahnya tahun, berbagai moda transportasi umum seperti bus kian tertata dan hanya berhenti di halte saja. Berbeda dengan masa kejayaan pasar buku Kwitang pada 1990-2000an saat bus seperti PPD dan Metromini masih bisa berhenti di mana saja, yang membuat kawasan tersebut ramai digunakan untuk naik-turun penumpang.

“Ini kan pusat keramaian gitu, tempat orang mau pulang kerja, mau berangkat kerja. Orang naik bisnya di sini mau ke Tanah Abang, mau ke Setiabudi. Terus sekarang kan nggak lagi,” jelasnya.

Kondisi ini semakin parah saat pandemi Covid-19 melanda, di mana saat itu para pedagang buku tidak bisa berjualan dan masyarakat harus berdiam diri di rumah masing-masing. Meski menurutnya sekarang ini kondisi tersebut sudah mulai membaik meski masih sepi pengunjung.

“Kalau sekarang ya ada lah satu dua. Kalau benar-benar nggak ada sama sekali ya sudah tutup kita kan. Lagi pula kita juga ada ‘musim panen’ juga kan, itu biasanya pas pergantian tahun ajaran,” paparnya.

Lebih lanjut, Subhil menjelaskan buku-buku yang tersedia di kawasan ini sangatlah lengkap. Mulai dari buku pelajaran SD-SMA hingga buku-buku materi kuliah, novel, komik, hingga buku antik dan masih banyak lagi.

“Kalau saya spesialis buku-buku lama. Ya ada semua itu dari buku pelajaran, majalah, novel. Cuma saya paling banyak yang novel itu. Kalau harganya itu yang diobral satu buku Rp 10 ribu, yang ada di rak itu semua. Kalau yang lain ya beda-beda, ada yang sampai Rp 50 ribu,” terangnya.

Pada akhirnya untuk bisa bertahan, Subhil bersama beberapa pedagang lain juga sudah beralih dengan berjualan online. Ada yang menggunakan layanan e-Commerce, sosial media seperti Facebook, hingga pesan Whatsapp untuk beberapa langganan.

“Sekarang dominasinya itu lebih banyak online. Kalau berapa-berapanya sendiri kita juga nggak pernah hitung ya. Tapi penjualan kita itu memang sekarang lebih banyak di online,” ucap Subhil.

Senada, pedagang buku di Terminal Senen bernama Samosir (52) juga mengatakan kondisi sepi pengunjung ini sudah terjadi sejak toko online mulai banyak digunakan masyarakat.

“Pokoknya mulai sepi tuh pas sudah online-online itu lah. Mau toko online atau orang sekarang cari apa juga sudah bisa lewat online kan. Dulu orang beli buku, beli koran, sekarang yang koran saja pindah ke online kan,” terangnya.

Bahkan menurutnya saat ini sering kali toko bukunya tak kedatangan pengunjung satu pun dalam sehari. Alhasil ia hanya bisa menghabiskan waktu menunggu di depan toko, baik itu dengan mengobrol dengan pedagang lain atau sekadar bermain handphone.

“Ya kadang sepi nggak ada sama sekali, kadang ada satu dua. Tapi ya banyaknya sepinya sih. Ya mau gimana lagi, paling cuma ngobrol sama sebelah, atau ya main hp, kadang ya melamun saja,” paparnya. bisnis