Harga kelapa utuh melonjak tajam hingga dua kali lipat dalam beberapa bulan terakhir. Survei menunjukkan, lonjakan ekspor kelapa ke luar negeri menjadi salah satu faktor yang diduga mendorong kenaikan harga tersebut.
Lembaga Survei KedaiKOPI melakukan riset terkait kondisi kebutuhan kelapa di Indonesia terhadap 400 responden. Dari riset tersebut, sebanyak 83% responden merasakan kenaikan harga kelapa atau produk turunan kelapa.
Kepala Riset Lembaga Survei KedaiKOPI Ashma Nur Afifah mengatakan, sebanyak 39,5% responden menilai penyebab utama kenaikan harga kelapa, santan, dan produk olahannya di pasaran saat ini adalah tingginya permintaan ekspor kelapa bulat ke luar negeri.
“Kalau kita tanyakan secara terbuka, kira-kira kenapa sih harga kelapa kok bisa naik? Kok kadang-kadang kita susah gitu ya dapat kelapa, 39% itu bilang bahwa memang ada ekspor yang tinggi ke luar negeri,” kata Ashma, dalam acara Launching Survei Harga Kelapa di Tebet, Jakarta Selatan, Rabu (17/12/2025).
Sebanyak 25% responden menilai bahwa penyebab kenaikan harga ini akibat hasil panen kelapa tidak melimpah atau gagal panen. Lalu 17% menjawab akibat cuaca yang tidak menentu, serta 13% lainnya tidak tahu.
Ashma mengatakan, pihaknya juga mengonfirmasi sejauh mana responden mengetahui bahwa lonjakan ekspor kelapa bulat menjadi salah satu faktor kenaikan harga. Tercatat sebanyak 48% responden tahu, sedangkan 52% sisanya mengaku tidak tahu.
“Memang dari 3 jenis responden, penjual kelapa yang paling banyak tahu, 72%. Karena menurut saya mereka yang paling terdampak, mereka juga dekat ke petani, distributor besar, info ini langsung dapet lah mereka,” ujarnya.
Pengamat pertanian dari CORE, Eliza Mardian, mengatakan Indonesia tidak kekurangan pasokan kelapa. Berdasarkan data yang dirujuk Eliza pada periode tertentu, produksi kelapa bulat RI mencapai 2,8 juta ton dan 2,4 juta ton yang diekspor.
“Jadi itu sisanya untuk konsumsi di dalam negeri. Betapa banyaknya yang kita ekspor itu hampir 80% lebih kan berarti yang kita ekspor. Sehingga, sangat wajar itu ketika di dalam negeri kesulitan karena memang mayoritas kita ekspor,” ujar Eliza.
Menurutnya, kondisi tersebut membuktikan bahwa Indonesia kekurangan kebijakan dalam rangka melindungi pasar domestik. Lonjakan ekspor juga didukung oleh adanya tekanan kebutuhan dari eksternal, khususnya China sebagai konsumen RI.
“Tekanan demand dari eksternal terutama dari China itu yang menyebabkan para penjual kelapa di Indonesia lebih tertarik untuk menjualnya keluar, karena harganya relatif tinggi dibandingkan dengan menjualnya hanya di dalam negeri dan ketiadaan tadi regulasi pengurangan ekspor,” katanya.
Selain faktor ekspor, lonjakan harga kelapa juga disorot dari sisi kebijakan dalam negeri, seperti pelaksanaan program Makan Bergizi Gratis (MBG). Ketua Forum Konsumen Berdaya Indonesia Tulus Abadi menilai, MBG menyedot kebutuhan-kebutuhan pangan dalam jumlah sangat tinggi.
“Dari data yang saya baca, dalam satu tahun terakhir, terutama di pertengahan semester II (2025), terjadi lonjakan harga pangan yang sangat tinggi dan kemudian memicu inflasi yang sangat signifikan,” ujar Tulus.
Menurutnya, masifnya pelaksanaan MBG di berbagai daerah turut mendorong kenaikan harga pangan, termasuk kelapa, dan memicu inflasi daerah yang rata-rata menembus di atas 6%, jauh di atas inflasi nasional.
Sebagai informasi, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat ekspor kelapa bulat yang dilakukan Indonesia sepanjang Januari-Oktober 2025 meningkat 143,90% dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Adapun nilainya sebesar US$ 208,2 juta atau setara Rp 3,46 triliun (kurs Rp 16.646).
“Pada Januari hingga Oktober 2025 nilai ekspornya (kelapa bulat) tercatat sebesar US$ 208,2 juta atau meningkat 143,90% dibandingkan Januari hingga Oktober 2024,” kata Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS, Pudji Ismartini dalam konferensi pers di kantornya, Jakarta, Senin (1/12/2025).
Pudji menyebut negara tujuan utama ekspor kelapa bulat sepanjang Januari-Oktober 2025 paling besar ke China sebesar US$ 171,3 juta. Kemudian disusul ke Vietnam US$ 34,4 juta dan Malaysia US$ 1,2 juta.






