BI Masih Hitung Dampak Tarif Trump 19% ke Ekonomi-Nilai Tukar

Posted on

Bank Indonesia (BI) menyatakan ketidakpastian global masih tinggi akibat kebijakan tarif resiprokal yang diterapkan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump. Kondisi itu menjadi salah satu faktor utama yang mempengaruhi perkembangan ekonomi nasional.

“Secara umum memang ketidakpastian global menurut bacaan kami masih tinggi, termasuk dipengaruhi oleh bagaimana perkembangan tarif yang dilakukan oleh Presiden Trump,” kata Kepala Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter BI, Firman Mochtar dalam Taklimat Media bertajuk ‘Mempertahankan Stabilitas, Mendorong Pertumbuhan Ekonomi’ di Gedung BI, Jakarta, Kamis (24/7/2025).

BI mengaku terus melakukan hitung-hitungan atas perkembangan kebijakan tarif tersebut. Ketidakpastian yang tinggi membuat stabilitas ekonomi global sulit diprediksi, terutama ketika kebijakan berubah dalam waktu yang sangat singkat.

“Kami melakukan banyak sekali perhitungan dari bulan ke bulan tentang tarif Trump yang terjadi,” ujarnya.

Ketidakpastian yang tinggi membuat Yield obligasi AS tenor 10 tahun tetap tinggi, mencerminkan tingginya persepsi risiko fiskal di negara tersebut. Situasi ini berdampak pada aliran modal global yang bergerak dari AS ke Eropa dan negara-negara emerging market, termasuk Indonesia.

“Dampak tarif ini terus menjadi perhatian kita karena ini akan meningkatkan bagaimana biaya barang. Dari AS sendiri, yield USD ini memang menurun, tapi yang menjadi perhatian adalah bagaimana komposisi antara 2 dan 10 tahun. 10 tahun itu masih tetap tinggi di sekitar 4%,” ucapnya.

Firman menilai pemangkasan tarif Trump dari 32% menjadi 19% untuk Indonesia menjadi angin segar. Langkah ini dinilai sebagai sinyal positif dari hubungan dagang bilateral antara Indonesia-AS dan menciptakan ruang bagi pemulihan ekspor nasional ke Negeri Paman Sam.

“Dari 32% ke 19% itu kan setidaknya lebih baik tarif ekspornya. Hingga harapannya ekspor kita satu sisi akan juga meningkat,” tuturnya.

Terkait dampaknya ke nilai tukar dan pertumbuhan ekonomi, Firman mengaku masih terus menghitung dampaknya. “Kita lihat nanti ya, kita masih hitung,” tambahnya.

BI sendiri memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia di 2025 akan berada pada rentang 4,6-5,4%. Perkiraan itu sedikit lebih rendah dari perkiraan sebelumnya yang sebesar 4,7-5,5%.

“Berbagai sektor, berbagai komponen dari PDB perlu kita dorong. Relaksasi kebijakan yang ditempuh BI dari kebijakan moneter dan juga makroprudensial diharapkan bisa mendorong pertumbuhan ekonomi,” imbuhnya.

Simak juga Video: Pengamat Soroti Kebijakan Tarif Trump 19% ke Bisnis Digital

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *