Beras Jadi Biang Kerok Inflasi, Begini Respons Bos Bapanas

Posted on

Badan Pusat Statistik (BPS) menyampaikan beras menjadi salah satu komoditas yang mendorong inflasi di Juni 2025. Beras berkontribusi sebesar 0,04% pada inflasi bulan lalu.

Hal ini berarti terjadi kenaikan harga beras di tingkat konsumen. Menanggapi hal itu, Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas) Arief Prasetyo Adi mengatakan lonjakan harga itu tak lepas dari siklus panen dan naiknya harga gabah di tingkat petani. Menurut Arief, harga gabah di tingkat petani mulai merangkak naik di atas Harga Pembelian Pemerintah (HPP) Rp 6.500/kg.

“Jadi kalau gabah itu, begitu produksinya turun, harganya akan naik. Kalau harga gabah naik, maka harga beras juga akan naik,” ujar Arief kepada wartawan di Gedung DPR RI, Jakarta Pusat, Selasa (1/7/2025).

Arief menerangkan pemerintah saat ini sudah siap melakukan intervensi. Namun, memang anggaran yang belum cair menjadi salah satu kendala.

Hal inilah yang membuat penyaluran beras Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) serta bantuan pangan masih belum digelontorkan. Padahal harga beras mulai merangkak naik sejak awal Mei lalu.

Prosedur penyaluran intervensi harus mengikuti ketentuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), termasuk menunggu ketersediaan anggaran dari Kementerian Keuangan (Kemenkeu).

“Kalau nggak ada duitnya mau pakai apa? Jadi gini, kalau kita bekerja itu kan ikut prosedur. Prosedurnya kalau BPK itu, kita mengeluarkan anggaran, harus sudah ada anggarannya. Nah, nggak bisa anggarannya belum ada, kamu bekerja itu nggak boleh,” terang Arief.

“Ini kita pakai cara kerja BPK ya. Jadi anggarannya masuk dulu, baru bisa disalurkan. Kan gitu. Masa kita nyalurin nggak punya duit, nyalurin. Salah nanti. Kalau misalnya nanti tiba-tiba nggak dapat persetujuan gimana?” tambah Arief.

Saat ini pengajuan serta persetujuan anggaran telah disetujui oleh Kementerian Keuangan. Arief memastikan setelah anggaran diterima pihaknya, penyaluran bisa langsung dilakukan.

Terkait harga beras ke depan, Arief berharap harga beras bisa tetap stabil di semua rantai pasok, tanpa merugikan petani maupun konsumen.

“Kita inginnya harga yang wajar. Kalau harga beras terlalu rendah, nanti petaninya yang terdampak. Sekali lagi nih, harga gabah yang wajar. Harga beras di penggilingan yang wajar. Harga beras di konsumen yang wajar. Jangan terlalu rendah di hulu, jangan terlalu rendah di hilir. Apalagi kalau terlalu rendah di hilir. Kan daya beli 280 juta lebih orang kan harus dijaga,” jelas Arief.

Sebelumnya, Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan pada Juni 2025 terjadi inflasi sebesar 0,19% secara bulanan atau terjadi kenaikan indeks harga konsumen dari 108,07 pada Mei 2025 menjadi 108,27 pada Juni 2025. Sejumlah komoditas menjadi penyumbang inflasi tersebut, ada beras hingga cabai.

Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa Badan Pusat Statistik (BPS) Pudji Ismartini mengatakan, secara year-on-year (YoY) terjadi inflasi sebesar 1,87% dan secara tahun kalender atau year-to-date (YtD) terjadi inflasi sebesar 1,38%.

“Kelompok pengeluaran penyumbang inflasi bulanan terbesar adalah kelompok makanan, minuman, dan tembakau, dengan inflasi sebesar 0,46% dan memberikan andil inflasi sebesar 0,13%,” kata Pudji, dalam Konferensi Pers di Kantor BPS, Jakarta, Selasa (1/7/2025).

Lihat juga Video Kala Mentan Endus ‘Mafia’ di Balik Harga Beras Naik saat Stok Aman