Bank Indonesia (BI) menilai peningkatan literasi keuangan masih menjadi tantangan di tengah akses keuangan digital yang berkembang cepat. Berdasarkan Survei Nasional Literasi Keuangan (SNLIK) OJK 2024 mencatat literasi keuangan Indonesia sebesar 66,46%, sedangkan hasil survei OECD 2023 menunjukkan skor Indonesia sebesar 57, di bawah rata-rata global 60,3.
Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia, Destry Damayanti mengatakan untuk menjawab tantangan peningkatan literasi keuangan digital, peranan talenta-talenta digital yang memiliki karakter digital savvy dan technology savvy menjadi penting.
Tidak hanya teknologi dan digital savvy, tetapi talenta digital ini juga diharapkan memiliki impact driven. Oleh karenanya komitmen dan konsistensi, inovasi, dan sinergi menjadi kunci untuk mewujudkan hal tersebut. Ke depan, penguatan literasi keuangan harus dilakukan melalui edukasi yang relevan dan humanis, menggunakan pendekatan personal, inovatif, dan dinamis.
“Bank Indonesia juga akan memperkuat literasi dan inklusi keuangan nasional melalui sinergi kebijakan, program edukasi, dan pemanfaatan teknologi digital. Sebagai upaya peningkatan inklusi keuangan, Bank Indonesia mengedepankan pendekatan kolaboratif dengan pemerintah, industri, akademisi, dan masyarakat,” ujar Destry dalam keterangannya, Minggu (8/8/2025).
Untuk itu, Destry juga mengajak seluruh pihak untuk bergandengan tangan membangun Indonesia yang tangguh secara finansial, inklusif secara digital, dan sejahtera secara menyeluruh. Sebagai upaya mengakselerasi peningkatan literasi keuangan, BI menerbitkan buku Kajian Pemetaan Kompetensi Literasi Keuangan Digital sebagai referensi dalam melakukan kegiatan edukasi keuangan digital di Indonesia.
Sebagai anggota Dewan Nasional Keuangan Inklusif (DNKI), Bank Indonesia menjalankan berbagai inisiatif penguatan literasi keuangan yang menyasar masyarakat dari berbagai kelompok sasaran prioritas, termasuk perempuan, UMKM, masyarakat berpenghasilan rendah, pelajar, pekerja migran, dan masyarakat di wilayah tertinggal, terdepan, terluar (3T).
Kegiatan ini merupakan rangkaian KKI 2025 hari ketiga. Melalui pameran UMKM, talkshow, dan business matching, KKI menjadi ajang memperluas akses pasar sekaligus mempercepat digitalisasi layanan keuangan. Kegiatan ini tidak hanya menampilkan produk kreatif, tetapi juga mengedukasi pelaku usaha dan masyarakat agar memanfaatkan layanan keuangan digital secara bijak. Keterlibatan UMKM perempuan yang dominan menjadi katalis inklusi sosial dan ekonomi, selaras dengan tujuan Strategi Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (Stranas LIK).
Sementara, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Arifah Fauzi menegaskan bahwa dalam transformasi keuangan digital, perempuan hadir tidak hanya sebagai penerima manfaat tetapi harus mampu menjadi agen perubahan. Oleh karenanya pembangunan SDM menjadi prioritas utama.
“KKI 2025 sebagai forum yang tidak hanya hadir sebagai respons terhadap perkembangan teknologi dan disrupsi digital tetapi juga merupakan manifestasi nyata dari komitmen bersama untuk menciptakan literasi keuangan digital yang adil terutama bagi perempuan Indonesia,” ujar Arifah.