Kementerian Perdagangan melalui Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) turut meningkatkan efektivitas sistem logistik nasional melalui Sistem Resi Gudang (SRG).
Kepala Bappebti, Tirta Karma Senjaya menjelaskan SRG dapat memberikan informasi stok secara akurat dan real time melalui Information System Warehouse Receipt (ISWARE) yang dikelola oleh Pusat Registrasi SRG. Hadirnya SRG menjadi solusi atas kebutuhan sinkronisasi manajemen dan pemantauan stok di lapangan agar dapat meningkatkan daya saing nasional.
Resi Gudang adalah dokumen atau surat bukti kepemilikan atas barang yang disimpan di gudang yang diterbitkan oleh pengelola gudang. SRG berkaitan dengan kegiatan penerbitan, pengalihan, penjaminan, dan penyelesaian transaksi Resi Gudang.
Adapun SRG yang tersebar di berbagai sentra produksi di Indonesia lantas menjadi pilihan strategis bagi petani dan pelaku usaha untuk menunda penjualan pada saat harga sedang turun. Mereka nantinya dapat menjual komoditas tersebut pada saat harga telah membaik.
Tirta menambahkan, Resi Gudang juga dapat digunakan sebagai agunan untuk memperoleh pembiayaan dari lembaga keuangan, baik bank maupun nonbank, sehingga kegiatan produksi dapat terus berjalan.
“Dengan mekanisme tersebut, SRG memiliki peran penting dalam perdagangan komoditas di Indonesia sebagai mekanisme tunda jual (manajemen stok), alternatif pembiayaan bagi pemilik komoditas, efisiensi rantai pasok, serta instrumen pengendalian harga komoditas dan persediaan nasional,” ungkap Tirta dalam keterangannya, Jumat (12/12/2025).
Tirta menegaskan saat ini, komoditas yang dapat disimpan dalam gudang SRG diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 1 Tahun 2025 tentang Perubahan Ketiga, atas Permendag Nomor 33 Tahun 2020 tentang Barang dan Persyaratan Barang yang dapat Disimpan dalam SRG.
Terdapat 27 komoditas SRG, antara lain beras, gabah, jagung, kopi, kakao, lada, karet, rumput laut, rotan, garam, gambir, teh, kopra, timah, bawang merah dan, ikan. Kemudian, pala, ayam karkas beku, gula kristal putih, kedelai, tembakau, kayu manis, agar, karagenan, mocaf, pinang, dan tapioka.
Sesuai Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2006 tentang SRG sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2011, SRG menjadi strategi yang efektif dalam sistem pembiayaan perdagangan. Melalui SRG, pemberian kredit bagi pelaku usaha dapat difasilitasi dengan agunan inventori atau barang yang disimpan di gudang.
Tirta berharap implementasi SRG yang optimal dan berkelanjutan mampu mendukung stabilisasi harga dan ketersediaan barang dengan memfasilitasi penjualan yang dapat dilakukan sepanjang tahun. Selain itu, SRG berperan dalam upaya pengendalian harga dan persediaan nasional yang dilakukan oleh pemerintah.
Adapun saat ini, Bappebti telah membangun 123 gudang SRG di 105 kabupaten/kota yang tersebar pada 25 provinsi di Indonesia. Implementasi ini kian intensif melalui pemanfaatan gudang-gudang swasta.
Hingga November 2025, nilai SRG telah mencapai Rp1,89 triliun dengan jumlah pembiayaan sebesar Rp928,6 miliar. Adapun komoditas yang paling banyak tersimpan di gudang SRG antara lain bawang merah, beras, gabah, gula, ikan, kedelai, kopi, rumput laut, tembakau, dan tapioka.
Dengan sebaran gudang yang luas tersebut, SRG memberikan dampak signifikan sebagai instrumen manajemen stok komoditas nasional.SRG juga menjadi pusat logistik yang mendukung rantai pasok mulai dari tingkat desa kota/kabupaten, nasional, hingga pasar internasional.
Plt. Kepala Biro Pembinaan dan Pengembangan SRG dan Pasar Lelang Komoditas (PLK), Matheus Hendro Purnomo menegaskan SRG amat tepat untuk dijadikan salah satu jawaban terhadap tantangan sistem logistik nasional.
“Visi sistem logistik nasional yaitu terwujudnya sistem yang terintegrasi. Dari sini, SRG menjadi instrumen yang dapat menjawab tantangan tersebut. Gudang-gudang yang tersebar dari wilayah timur hingga barat Indonesia terintegrasi melalui ISWARE dan dari sana dapat diketahui stok komoditas pangan nasional hingga potensi ekspornya,” jelas Hendro.
Meskipun demikian, penerapan SRG masih dihadapkan dengan berbagai tantangan. Pelaksanaan SRG harus didukung berbagai lembaga, antara lain pengelola gudang, Lembaga Penilaian Kesesuaian (LPK) Uji Mutu, serta lembaga pembiayaan dan asuransi yang belum tersedia di setiap daerah.
Selain itu, tingkat pemahaman masyarakat tentang SRG yang kurang optimal, sulitnya menciptakan pengelola gudang SRG yang kompeten, mandiri, dan profesional juga menjadi tantangan tersendiri dalam pengembangan SRG.
“Tantangan lainnya terkait kelengkapan fasilitas penunjang gudang SRG, seperti pengering, RMU, dan sarana angkut. Sementara itu, di beberapa gudang SRG yang telah memiliki fasilitas penunjang tersebut, kondisinya telah rusak dan perlu segera diperbaiki. Dukungan pemerintah daerah juga perlu terus didorong demi optimalisasi peran SRG di Indonesia,” imbuh Hendro.
Di sisi lain, Sekretaris Bappebti, Ivan Fithriyanto menyampaikan adanya beberapa faktor kunci dalam memastikan implementasi SRG berjalan optimal dan berkelanjutan, salah satunya dukungan infrastruktur. Hal ini menyangkut aspek budi daya, panen, pascapanen hingga pemasaran seperti sarana pengolahan, gudang, dan transportasi.
“Potensi SRG yang sangat besar harus dioptimalkan melalui berbagai langkah. Sinergi pemerintah pusat dan daerah serta keterlibatan aktif kelembagaan terkait SRG menjadi kunci utama dalam optimalisasi SRG. Selain itu, baik pemilik komoditas maupun Pengelola Gudang SRG harus memiliki kepastian jaringan pemasaran, termasuk dengan kehadiran off taker atau stand by buyer,” ungkap Ivan.
Sementara itu, Ketua Asosiasi Pengelola Gudang SRG Indonesia (SINNERGI), Nana Sukatna menjelaskan SRG di Indonesia memiliki manfaat bagi petani maupun pelaku usaha komoditas yang terlibat di dalamnya.
Ia menilai SRG merupakan salah satu wujud pemberdayaan ekonomi rakyat karena didukung oleh ekosistem yang lengkap. SRG juga mampu menjadi alternatif skema perdagangan komoditas di samping sistem jual beli konvensional yang telah lama dikenal masyarakat.
“Penguatan literasi kepada masyarakat termasuk kepada pengelola gudang SRG harus terus dilakukan. Pengelola gudang perlu memiliki tekad untuk mengembangkan SRG melalui pengelolaan yang profesional dan mandiri. Jenis komoditas yang dapat disimpan di SRG serta kapasitas gudang juga perlu ditingkatkan agar peran dan manfaat SRG di Indonesia makin optimal,” pungkas Nana






