DBS Bank Ltd (Bank DBS) kembali mempertegas komitmennya sebagai mitra tepercaya dalam mendukung pertumbuhan bisnis nasabah melalui laporan survei terbaru bertajuk ‘New Realities, New Possibilities’. Dalam riset ini, Bank DBS mengumpulkan insights lebih dari 800 pemimpin keuangan, khususnya Chief Financial Officer (CFO) dan Corporate Treasurers, di 7 sektor dan 14 pasar.
Hal tersebut dilakukan guna mendapatkan pemahaman komprehensif mengenai dampak tren ekonomi makro terkini terhadap strategi yang perlu mereka terapkan untuk mempertahankan keadaan finansial di tengah kompleksitas pasar. Bank DBS melakukan survei ini dalam periode berbeda, sebelum dan sesudah pengumuman tarif AS pada April tahun ini.
Head of Institutional Banking Group PT Bank DBS Indonesia, Anthonius Sehonamin mengatakan Bank DBS Indonesia menyadari bahwa para CFO kini menghadapi tantangan yang lebih luas lebih dari sekadar teknologi dan data, tetapi juga perlu memikirkan likuiditas dan valuta asing di tengah volatilitas global.
“Penelitian ‘New Realities, New Possibilities’ menawarkan wawasan yang tepat waktu, mencerminkan komitmen kami untuk menjadi mitra tepercaya dalam menavigasi pergeseran pasar dan memanfaatkan peluang pertumbuhan,” ujar Anthonius dalam keterangannya.
Sebagai dasar, riset tersebut mencatat tiga tren makroekonomi yang dianggap menjadi tantangan akan stabilitas dan pertumbuhan yakni ketegangan geopolitik 58%, volatilitas akibat inflasi dan ketidakstabilan suku bunga 57%, dan gangguan rantai pasokan 55%. Sebaliknya, kehadiran teknologi baru, seperti Generative AI dan Blockchain 83%, serta meningkatnya fokus pada keberlanjutan 76%, dianggap sebagai tren yang memiliki potensi dampak positif, mampu mendorong inovasi, dan meningkatkan efisiensi operasional.
Berdasarkan tujuh prioritas yang diteliti, pemanfaatan financial intelligence berbasis data tetap menjadi prioritas utama perusahaan dalam memperkuat ketahanan keuangan mereka. Hasil survei dari kedua periode konsisten menunjukkan bahwa penggunaan AI untuk analisis dan visualisasi data menjadi penting untuk meningkatkan fungsi perbendaharaan perusahaan.
Adapun lonjakan signifikan berada pada manajemen likuiditas dan valuta asing (FX). Berdasarkan hasil survei kedua, aspek ini meningkat lima posisi dari ketujuh menjadi kedua. Manajemen likuiditas dan valuta asing dipandang semakin krusial dalam merencanakan penguatan stabilitas keuangan di tengah biaya awal yang lebih tinggi dan potensi penimbunan inventaris akibat meningkatnya volatilitas pasar.
Optimalisasi Modal Jadi Prioritas Pemimpin Indonesia, dengan AI dan Otomatisasi Jadi Solusi
Di Indonesia, studi ini menjelaskan bahwa ada pergeseran prioritas dalam menghadapi lanskap bisnis global yang terus berkembang. Para pemimpin keuangan di Indonesia menyadari bahwa volatilitas ekonomi dunia memberikan tekanan baru bagi industri dalam negeri.
Meski demikian, situasi ini juga membuka peluang strategis bagi Indonesia untuk tampil sebagai alternatif pusat manufaktur yang kompetitif, didukung oleh ekspansi Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) yang semakin agresif. Perubahan ini diperkirakan akan secara signifikan membentuk ulang lanskap perdagangan, investasi, dan sektor industri nasional dalam beberapa tahun ke depan.
Head of Global Transaction Services PT Bank DBS Indonesia, Dandy Indra Wardhana Pandi mengatakan di tengah ketidakpastian global dan disrupsi teknologi, para pemimpin bisnis harus mengelola risiko sambil tetap beradaptasi.
“Inovasi digital dan evaluasi kinerja adalah kunci untuk pertumbuhan, peningkatan, dan perluasan pasar, memposisikan mitra bisnis tepercaya menjadi lebih penting dari sebelumnya dalam menghadapi momen kritis ini,” ujar Dandy.
Ketika para eksekutif global yang memprioritaskan financial intelligence berbasis data, manajemen likuiditas, dan valuta asing (FX), 80% pemimpin keuangan Indonesia justru menempatkan optimalisasi biaya modal sebagai prioritas utama mereka. Hal ini mencerminkan respons terhadap tekanan perdagangan, pelemahan rupiah, dan inflasi yang terus berlangsung.
Di saat yang sama, 78% perusahaan di Indonesia mengidentifikasi kinerja ESG (Environmental, Social, Governance) sebagai agenda strategis utama, seiring dengan diberlakukannya kewajiban pelaporan dan meningkatnya ekspektasi investor, termasuk untuk memastikan akses terhadap pendanaan. Menempati posisi selanjutnya, peningkatan aktivitas kebendaharaan dinilai 76% responden menjadi prioritas kritikal agar perusahaan dapat mengidentifikasi peluang untuk menyempurnakan proses, mendorong efisiensi, dan memperkuat dampak strategis.
Selain itu, pada survei ini dilakukan penelitian dengan indikator terbaru, yakni Strategic Effectiveness Indicator (SEI) untuk mengevaluasi efektivitas strategi sebuah organisasi. Dari ketiga fokus utama CFO dan treasurer Indonesia yang telah disebutkan sebelumnya, kinerja ESG mendapatkan rata-rata tingkat SEI tertinggi 82%, diikuti dengan optimalisasi biaya modal 78%, dan peningkatan aktivitas kebendaharaan 76%.
Laporan ‘New Realities, New Possibilities’ dapat diakses pada laman ini.
Tonton juga Video: Wondr by BNI: Solusi Keuangan Digital Terdepan
