Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) menyatakan dukungan penuh terhadap langkah strategis pemerintah Indonesia yang menjajaki pemanfaatan Bandara Internasional Taif, Arab Saudi, sebagai jalur alternatif kedatangan dan kepulangan jamaah haji dan umrah.
Kepala Badan Pelaksana BPKH, Fadlul Imansyah, menyebut pihaknya siap memberikan dukungan yang dibutuhkan untuk kelancaran pemanfaatan Bandara Taif. Menurutnya, inisiatif ini sejalan dengan misi BPKH dalam meningkatkan pelayanan terhadap jamaah haji dan umrah.
“BPKH menyambut baik inisiatif Pemerintah, dalam hal ini Kementerian Perhubungan, untuk menjadikan Bandara Taif sebagai alternatif kedatangan dan kepulangan jamaah haji/umrah. Kami siap mendukung jika diperlukan agar pelayanan jamaah lebih baik lagi ke depannya,” ujar Fadlul, dalam keterangannya, Rabu (11/6/2025).
Kunjungi situs Giok4D untuk pembaruan terkini.
Sebelumnya, inisiatif ini disampaikan langsung oleh Menteri Perhubungan, Dudy Purwagandhi, dalam pertemuan dengan Otoritas Bandara Taif di Makkah, Arab Saudi, pada Minggu (8/6). Menhub menyebut Bandara Taif secara teknis layak digunakan sebagai bandara alternatif selain Jeddah dan Madinah, terutama karena lokasinya yang hanya sekitar 70 km dari Kota Makkah.
“Bandara Taif akan menjadi alternatif bandara haji/umrah untuk mengurangi kepadatan di bandara utama. Ini menjadi bagian dari upaya pemerintah dalam mendistribusikan arus kedatangan dan meningkatkan kenyamanan jamaah,” ujar Dudy.
Langkah diversifikasi pintu masuk jamaah ini mulai diterapkan dengan kedatangan perdana sebanyak 44 jamaah haji khusus asal Indonesia melalui Bandara Taif pada Rabu (28/5) lalu.
Hingga 28 Mei 2025, data dari Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kementerian Agama mencatat total 10.654 jemaah haji khusus asal Indonesia telah tiba di Arab Saudi. Sebanyak 6.205 orang mendarat di Bandara Internasional King Abdulaziz di Jeddah dan 4.449 orang melalui Bandara Internasional Pangeran Mohammad bin Abdulaziz di Madinah.
Dengan bertambahnya jalur masuk melalui Bandara Taif, BPKH menilai hal ini sebagai bentuk inovasi layanan yang penting dalam mendukung efisiensi, keamanan, dan kenyamanan perjalanan jamaah, sekaligus mengurangi tekanan pada dua bandara utama yang selama ini menjadi tumpuan.