Pemerintah menargetkan biodiesel B50 pada semester II-2026 untuk mengurangi impor solar dan tingkatkan nilai tambah kelapa sawit. Kementerian Energi Sumber Daya Mineral RI (ESDM) mengungkapkan setelah Juni 2026, B50 bisa digunakan secara luas di Indonesia.
“Rencananya kalaupun nanti akan eksekusi pelaksanaannya B50 itu kemungkinan baru semester 2 tahun 2026. Semester kedua ya,” Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kementerian ESDM Ahmad Erani Yustika, Jumat (31/10/2025).
“Jadi setelah Juni artinya,” sambungnya.
Erani mengatakan sejauh ini pengembangan B50 masih dalam tahap pengujian. Target besarnya tahun depan B50 bisa digunakan.
“Ini masih dalam tahap perencanaan dan pengujian semuanya kan. semua diharapkan yang pertama transisi energinya bisa jalan,” kata Erani.
Menurut Erani, saat ini pemerintah tengah memperhitungkan secara keseluruhan soal kebutuhan dan ketersediaan bahan baku kelapa sawitnya, sebab kelapa sawit saat ini digunakan untuk banyak kepentingan publik. Apabila terlalu banyak digunakan untuk biodiesel dikhawatirkan bisa mempengaruhi harga kebutuhan di tengah masyarakat.
“Tapi akan dilihat secara utuh tentang keseluruhan peta kebutuhan dan ketersediaan bahan bakunya. Karena kan pemanfaatan kelapa sawit itu digunakan untuk banyak kepentingan,” lanjut Erani.
Sebelumnya, Menteri ESDM Bahlil Lahadalia mengatakan B50 sudah diuji coba tiga kali dan sudah memasuki tahap final. Uji coba terakhir ini membutuhkan waktu hingga delapan bulan.
“Sekarang uji terakhir itu kan butuh waktu sekitar enam bulan sampai delapan bulan kita uji di mesin kapal, kereta, alat-alat berat. Kalau semua sudah clear dan sudah keputusan untuk kita pakai B50, kalau sudah keputusan B50 maka insyaallah tidak lagi kita melakukan impor solar,” kata Bahlil.
“2026 insyaallah semester II, dalam agenda kita memang pemaparan saya dengan tim itu semester II,” sambungnya.
Pemerintah menjamin tidak akan kekurangan bahan baku B50, yaitu crude palm oil (CPO). Pasalnya, Indonesia merupakan negara pengekspor CPO terbesar di dunia.
Selain itu, Bahlil mengatakan pemerintah bakal mengoptimalkan produksi CPO dan bakal ada pembukaan lahan baru. Namun ia mengakui pelaksanaan B50 akan mengurangi ekspor CPO Indonesia.
“Kalau intensifikasi dan pembukaan lahan itu bagus ya tidak perlu mengurangi ekspor,” kata Bahlil.
Upaya Pertamina Kejar Target B50 di 2026
Per 1 Januari 2025, Pertamina melalui Subholding Refining & Petrochemical, Kilang Pertamina Internasional (KPI) telah memproduksi B40. Implementasi ini tertuang dalam Keputusan Menteri ESDM Nomor 341.K/EK.01/MEM.E/2024 tentang Pemanfaatan Bahan Bakar Nabati Jenis Biodiesel Sebagai Campuran Bahan Bakar Minyak Jenis Minyak Solar Dalam Rangka Pembiayaan oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit sebesar 40%.
Direktur Utama Kilang Pertamina Internasional Taufik Aditiyawarman menyebut kesiapan kilang dalam memproduksi B40 sebagai bentuk komitmen KPI untuk penyediaan energi yang lebih baik dari aspek lingkungan, aspek ekonomi, aspek sosial dan juga aspek keberlanjutan.
“Produksi Biosolar B40 ini tentunya juga akan menjadi kontribusi KPI dalam pencapaian Net Zero Emission (NZE) di tahun 2060 atau lebih cepat, mendukung Sustainable Development Goals dalam menjamin akses energi yang terjangkau serta pada penerapan ESG,” ujar Taufik.
KPI mulai menjalankan mandatori pemerintah untuk program Biodiesel 40% atau B40 sebagai bahan bakar nabati (BBN) guna mendukung swasembada energi. B40 merupakan campuran bahan bakar nabati berbasis CPO atau sawit, yaitu Fatty Acid Methyl Esters (FAME) FAME 40%, dan Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis solar 60%.
Langkah ini sejalan dengan agenda Asta Cita Presiden RI Prabowo Subianto terkait ketahanan dan swasembada energi, serta target Pemerintah mencapai NZE di tahun 2060. Pemerintah bahkan menyiapkan rencana peningkatan lebih lanjut ke B50 pada 2026.
Sementara itu, VP Corporate Communication PT Pertamina (Persero) Fadjar Djoko Santoso menambahkan Pertamina tengah menyiapkan proses peralihan B40 sebagai bahan bakar yang lebih ramah lingkungan untuk masyarakat.
Proses ini diawali dari kesiapan produksi B40 di Kilang Pertamina Plaju dan Kilang Pertamina Kasim, hingga nantinya sampai ke konsumen melalui jalur distribusi SPBU Pertamina Patra Niaga.
“Melalui distribusi B40 ini, Pertamina Group berkomitmen mendukung program Pemerintah dalam mencapai swasembada energi, mendorong penggunaan energi terbarukan, serta menggerakkan perekonomian nasional,” pungkasnya.
