Aturan Iklan Rokok Digital Dinilai Minim Sosialisasi

Posted on

Sejumlah akademisi menyoroti implementasi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 yang mengatur pengendalian iklan rokok di media digital dan media sosial. Kebijakan ini dinilai masih minim sosialisasi, belum memiliki panduan teknis yang jelas, serta berpotensi menimbulkan kerugian ekonomi bagi industri media daring.

Ekonom dan pakar kebijakan publik UPN Veteran Jakarta, Achmad Nur Hidayat, menilai langkah Kementerian Kesehatan (Kemenkes) membentuk Satgas Pengendalian Iklan Rokok belum disertai pedoman operasional. Menurutnya, hal ini rawan menimbulkan pemutusan konten yang tidak proporsional.

“Ibarat orang menebang pohon di hutan gelap tanpa lampu senter, kebijakan ini bisa menebas bukan hanya batang beracun, tapi juga pepohonan sehat yang menopang ekosistem media dan ruang diskusi publik,” ujarnya, minggu (7/9/2025).

Achmad juga mempertanyakan kewenangan Kemenkes dalam mengatur konten digital tanpa koordinasi lintas lembaga, serta menekankan perlunya SOP yang terukur sebelum aturan berjalan. Ia menambahkan, pembatasan berlebihan berisiko merugikan media daring dan kreator konten yang kehilangan pendapatan meski konten mereka bukan promosi langsung produk tembakau.

Sementara itu, akademisi Universitas Lampung, Vito Frasetya, menyoroti ketidakjelasan definisi promosi dan iklan rokok dalam kebijakan ini. Ia menyebut, aturan digital tidak konsisten dengan regulasi di media konvensional seperti televisi.

“Apakah tidak boleh menampilkan produknya, jenisnya, atau ada batasan lainnya? Jadi belum jelas, narasinya belum kuat,” kata Vito.
Menurutnya, lemahnya sosialisasi membuat pelaku usaha media siber dan media sosial belum memahami aturan tersebut. Ia mendorong Kemenkes untuk memperluas sosialisasi agar implementasi kebijakan bisa lebih efektif dan tidak salah sasaran.