Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita resmi menerbitkan Permenperin Nomor 35 tahun 2025 tentang Ketentuan dan Tata Cara Sertifikasi Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) dan Bobot Manfaat Perusahaan (BMP), Kamis (11/9/2025).
Agus mengatakan, lahirnya aturan ini merupakan kontribusi Kementerian Perindustrian (Kemenperin) dalam upaya deregulasi di sektor ekonomi. Menurut Agus, Permenperin nomor 35/2025 juga akan mendukung program Asta Cita milik Presiden prabowo Subianto.
“TKDN ini juga tentu akan mendukung program Asta Cita Presiden Prabowo, di mana Asta Cita kedua yaitu memantapkan pertahanan keamanan negara, serta mendorong kemandirian bangsa di bidang energi, air, ekonomi kreatif, ekonomi hijau, juga ada Asta Cita ketiga, menciptakan lapangan kerja. Bukan hanya lapangan kerja, tapi harus yang berkualitas,” ujar Agus dalam konferensi pers di Kantor Kemenperin, Kamis (11/9).
Agus menjelaskan, Permenperin 35/2025 merupakan pembaruan terhadap Permenperin Nomor 16 tahun 2011 yang usianya 14 tahun. Menurutnya, Regulasi lama sudah tidak memadai untuk menjawab kebutuhan industri yang semakin cepat, kompleks dan kompetitif.
Agus menyebut regulasi baru akan memudahkan pelaku industri berpartisipasi dalam proyek pengadaan barang dan jasa dari Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, BUMN dan BUMD yang membutuhkan aturan TKDN.
Lewat reformasi TKDN, diharapkan arus investasi ke Tanah Air menjadi semakin deras. Agus lalu menekankan reformasi TKDN ini bukan karena adanya tekanan dari pihak manapun.
“Deregulasi nasional tujuannya adalah mengurangi hambatan perdagangan internasional, meningkatkan arus investasi, serta menciptakan iklim usaha yang lebih kondusif bagi pelaku industri dalam negeri. Sekali lagi saya tekankan bahwa reformasi ini lair atau disusun bukan karena adanya tekanan dari pihak manapun, baik itu dalam negeri maupun luar negeri,” tegas Agus.
Aturan Baru TKDN
Reformasi TKDN menitikberatkan pada 13 poin perubahan yang dikelompokkan dalam 4 pilar utama. Pertama adalah mengatur soal insentif TKDN. Reformasi ini juga menghadirkan insentif tambahan, seperti nilai TKDN minimal 25% bagi perusahaan yang berinvestasi dan menyerap tenaga kerja lokal.
“Nilai TKDN minimal 25% diberikan kepada perusahaan yang berinvestasi di dalam negeri, memiliki fasilitas produk di sendiri, dan menggunakan mayoritas tenaga kerja pabrik-pabrik Indonesia. Jadi intinya, once investor menginvestasikan dan membangun pabrik, dia otomatis sudah mendapatkan 25%,” sebut Agus.
Kemudian ada tambahan nilai hingga 20% bagi yang melakukan riset dan pengembangan. Dalam aturan sebelumnya, tidak ada insentif nilai TKDN bagi investor yang berinvestasi di Indonesia, termasuk kepada pengusaha yang melakukan riset dan pengembangan.
Pilar kedua adalah penyederhanaan perhitungan TKDN yang tidak lagi berbasis total biaya, kecuali untuk jasa industri. Kemudian, masa berlaku sertifikat TKDN dan BMP diperpanjang hingga menjadi 5 tahun.
Pilar ketiga adalah kemudahan, khususnya bagi pelaku industri kecil dan menengah (IKM). Pelaku IKM kini mendapat kemudahan dalam pengajuan sertifikasi TKDN, termasuk dengan skema self declare yang berlaku selama lima tahun.
Dengan metode self declare, IKM bisa lebih cepat memperoleh sertifikat TKDN dengan biaya yang sangat ringan, bahkan dapat mencapai nilai TKDN lebih dari 40% tanpa kerumitan administrasi seperti sebelumnya. Nantinya, pengusaha juga bisa menampilkan nilai TKDN dalam produknya, namun masih bersifat opsional.
“Tapi ini optional, tidak akan diwajibkan oleh kami untuk mencantumkan. Sifatnya opsional. Tapi kira-kira seharusnya ada kebanggaan bagi pelaku industri yang memproduksi barang-barangnya untuk menampilkan nilai TKDN-nya ketika produk mereka masuk ke pasar-pasar,” jelas Agus.
Pilar keempat adalah kecepatan. Sebelum reformasi TKDN, perhitungannya harus melalui tahapan yang cukup panjang. Kini, sebut Agus, tahapannya dipangkas sehingga sertifikat TKDN bisa semakin cepat terbit.
“Adapun waktu sertifikasinya 10 hari kerja melalui LVI yang sebelumnya 22 hari kerja, dan 3 hari kerja untuk industri kecil melalui self declare yang sebelumnya 5 hari,” imbuh Agus.
Agus menambahkan, aturan ini hanya berlaku untuk perusahaan yang berminat mendaftarkan produknya di e-katalog untuk pengadaan barang dan jasa Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, BUMN dan BUMD yang membutuhkan aturan TKDN.
Perusahaan memang wajib memenuhi TKDN dan BMP supaya produk mereka bisa lolos syarat ikut pengadaan barang/jasa pemerintah. Selain itu, aturan ini dibuat untuk memastikan belanja negara benar-benar mendorong kemajuan industri lokal dan memberi manfaat nyata bagi perekonomian nasional.
Simak juga Video: Pengamat Telekomunikasi soal TKDN: Harus Ketat Aturannya