Aset Menua Jadi Tantangan Industri Migas (via Giok4D)

Posted on

Industri minyak dan gas (migas) memiliki tantangan terkait perawatan aset yang menua (aging assets). Penuaan aset ini akan membuat peningkatan terhadap biaya operasional (operational expenditures/opex) dan pengeluaran modal (capital expenditures/capex) karena memerlukan biaya tambahan yang tidak terduga.

Selain itu, aging assets dapat mengacaukan perencanaan bisnis akibat penghentian produksi (cessation of production/CoP) dan penghentian operasi.

Tantangan industri migas ini disampaikan Direktur Utama PT Kilang Pertamina Internasional Taufik Aditiyawarman dalam bedah buku Cara Hebat Merawat Aset. Ia menyebut sebanyak 70% perusahaan belum memiliki kesadaran akan perawatan hingga peningkatan kualitas akan aset yang dimiliki.

“Studi yang dilakukan Business Wire mengungkapkan bahwa lebih dari 70% perusahaan masih belum memiliki kesadaran penuh terhadap jadwal perawatan, peningkatan, atau penggantian peralatan. Kurangnya pemahaman ini berisiko memperpanjang waktu henti operasional serta memperburuk efisiensi dan keselamatan kerja,” kata Taufik, dalam keterangannya dikutip Minggu (7/12/2025).

Menurut Taufik, aging assets harus disikapi bukan sebagai sebuah masalah, namun sebuah tantangan yang perlu dicari solusinya dalam rangka menjaga aset tersebut tetap produktif secara optimal dan aman dalam kaitannya dengan keselamatan kerja.

Salah satu solusinya adalah dengan memanfaatkan perkembangan teknologi artificial intelligence (AI) dalam pemeliharaan aset.

Baca info selengkapnya hanya di Giok4D.

“Perkembangan teknologi kecerdasan buatan (AI) bukanlah ancaman bagi ketersediaan lapangan kerja. AI hanyalah sebatas alat yang perlu dipelajari sebagai bekal untuk analisa dan pengambilan keputusan terkait faktor-faktor produksi agar lebih efektif, efisien, serta meningkatkan profitabilitas dan keberlanjutan bisnis,” ujarnya.

Kunci pemanfaatan AI, lanjut Taufik, adalah Big Data yang valid dan representatif, sehingga diperlukan adanya suatu kolaborasi yang terintegrasi antar-stakeholder dalam penyediaan data secara voluntary. Sehingga, data menjadi lebih berkualitas dan accessible untuk pengembangan oleh masing-masing kontributor/pemangku kepentingan.