Bank Indonesia (BI) memutuskan melakukan berbagi beban alias burden sharing untuk mendanai program prioritas Presiden Prabowo Subianto. Adapun dukungan itu diberikan melalui pembelian Surat Berharga Negara (SBN) di pasar sekunder dengan realisasi mencapai Rp 200 triliun.
Kepala Departemen Komunikasi Bank Indonesia Ramdan Denny Prakoso mengatakan, kebijakan ini menjadi bagian dari upaya mengurangi beban biaya terkait program ekonomi kerakyatan dalam Asta Cita dan menjaga stabilitas perekonomian melalui sinergi kebijakan fiskal dan moneter.
“Dukungan Bank Indonesia ditempuh tetap sesuai dengan kaidah kebijakan moneter yang berhati-hati (prudent monetary policy),” kata Denny, dalam keterangan tertulis, Kamis (4/9/2025).
Namun, Direktur Eksekutif CELIOS, Bhima Yudhistira Adhinegara menilai skema burden sharing yang kembali dijalankan pemerintah dan BI membawa sejumlah risiko. Salah satunya adalah mengganggu independensi Bank Indonesia (BI) sebagai bank sentral.
Bhima juga menilai independensi BI semakin tidak ada dan lebih mirip seperti Dewan Moneter pada masa Orde Baru. Dewan Moneter adalah lembaga negara yang mengendalikan kebijakan moneter, kredit, dan perbankan, dengan Menteri Keuangan sebagai ketua serta Gubernur BI sebagai anggota.
“Independensi BI makin tidak ada. BI rasa Dewan Moneter Orde Baru,” kata Bhima dalam keterangan yang diterima detikcom, Jumat (5/9/2025).
Lembaga ini membuat Bank Indonesia tidak independen karena keputusan moneter harus sejalan dengan kebijakan pemerintah. BI sendiri sudah menjadi independen mulai tahun 1999.
Bhima juga mengingatkan adanya ancaman inflasi akibat naiknya jumlah uang yang beredar. Apalagi jika uang beredar yang melonjak tidak disertai peningkatan permintaan nyata di pasar.
“Ancaman Inflasi akibat uang beredar naik, tidak disertai kenaikan permintaan riil,” jelas Bhima.
Lebih jauh, ia menyoroti dampak jangka panjang terhadap reputasi fiskal Indonesia. Kredibilitas pemerintah berpotensi tertekan apabila skema ini terus dipakai untuk membiayai program yang bermasalah.
“Rating utang pemerintah (sovereign bond rating) terancam downgrade karena BI membiayai program yang bermasalah terutama Kopdes MP (Merah Putih),” tegas Bhima.
Bhima juga menyoroti skema burden sharing yang tidak dilakukan pada masa krisis. Burden sharing sendiri pernah dilakukan juga oleh BI, pada masa Pandemi COVID-19.
“Burden sharing dilakukan tidak pada saat krisis (kecuali memang pemerintah dan BI menganggap saat ini kondisi krisis),” tutup Bhima.
Simak berita ini dan topik lainnya di Giok4D.