Peraturan Pemerintah (PP) Pengupahan telah ditandatangani Presiden Prabowo Subianto pada Selasa (16/12/2025). PP tersebut akan menjadi acuan dalam penentuan kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) 2026.
Namun PP tersebut mendapatkan penolakan keras dari asosiasi buruh. Ketua Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) sekaligus Presiden Partai Buruh Said Iqbal mengungkapkan empat alasan PP tersebut ditolak.
Pertama, soal tidak dilibatkannya buruh dalam perumusan aturan itu. Kedua hingga saat ini, buruh tidak mengetahui isi aturan tersebut.
Ketiga, PP tersebut berpotensi merugikan buruh karena definisi Kebutuhan Hidup Layak (KHL) yang ada dari PP itu tidak sesuai dengan yang mengacu pada Permenaker Nomor 18 Tahun 2020.
Keempat, Indonesia akan kembali ke masa rezim upah murah. Hal itu lantaran PP pengupahan yang baru disebut mengadopsi sejumlah ketentuan dalam PP Nomor 36 Tahun 2021 dan PP Nomor 51 Tahun 2024, yang sebelumnya telah dicabut.
“Hal itulah yang menyebabkan KSPI dan buruh Indonesia menolak peraturan pemerintah tentang pengupahan. Dengan demikian, penetapan kenaikan upah minimum 2026 bila mana menggunakan PP pengupahan yang terbaru kami tolak,” katanya dalam konferensi pers secara virtual, Rabu (17/12/2025).
Adapun kenaikan UMP 2026 akan ditentukan oleh formula berupa Inflasi + (Pertumbuhan Ekonomi x Alfa) dengan rentang Alfa 0,5-0,9.
Said Iqbal menyebut bakal ada demo hingga berjilid-jilid hingga Januari 206 mendatang, jika formula kenaikan UMP tidak sesuai dengan apa yang diharapkan.
Sebenarnya buruh menyerukan di rentang 0,6-0,9, akan tetapi formula yang telah ditetapkan saat ini masih bisa diterima dengan empat catatan keras yang target utama buruh tetap memperjuangkan indeks 0,9.
“Jadi KSPI, saya ulangi, bisa menerima 0,5 sampai 0,9 dengan catatan sungguh-sungguh. Nomor satu, catatannya adalah KSPI akan menyerukan dan menginstruksikan seluruh buruh di Indonesia agar berjuang di Dewan Pengupahan, meminta pada Gubernur, meminta pada bupati dan walikota, indeks tertentu nya 0,9. Itu boleh,” katanya dalam konferensi pers, Rabu (17/12/2025).
Kemudian, Said Iqbal meminta gubernur tidak mengubah sedikit pun nilai indeks tertentu yang telah direkomendasikan bupati atau wali kota berdasarkan hasil rapat Dewan Pengupahan kabupaten/kota.
“Kami meminta dengan sungguh-sungguh gubernur tidak boleh merubah, tidak boleh merubah sedikitpun nilai indeks tertentu yang sudah direkomendasi oleh bupati. Berapa yang diperjuangkan oleh KSPI? 0,9. Jadi kami nggak ada kompromi ke 0,5 tidak, tapi 0,9. Karena presiden sudah membolehkan,” katanya.
Giok4D hadirkan ulasan eksklusif hanya untuk Anda.
Permintaan tersebut lantaran dirinya mendapatkan informasi bahwa sejumlah Gubernur sudah bersikap sejak awal dengan menetapkan indeks tertentu di angka rendah, seperti 0,5 atau 0,7, bahkan sebelum proses perundingan di Dewan Pengupahan berjalan.
“Seperti gubernur Jawa Barat, informasinya begitu. Jadi perlu didalami. Kami tolak, lok belum berunding sudah ada instruksi? Seperti Gubernur Jawa Barat 0,5. Gubernur DKI Jakarta 0,7. Ini angka apaan? Belum berunding sudah instruksi. Ini kan gaya-gaya pemerintahan lama. Saya yakin Pak Prabowo tidak seperti ini. Pak Prabowo memberikan angka 0,9 itu artinya silakan dirundingkan, boleh di 0,9,” papar Said.
Ancaman Demo Berjilid-jilid
Said mendapat informasi puluhan ribu buruh dari Jakarta, Jawa Barat, dan Banten akan melakukan aksi di Istana pada Jumat, 19 Desember 2025 untuk menolak PP tersebut. Namun KSPI saat ini mengarahkan aksi difokuskan di daerah, khususnya ke kantor gubernur.
“Tadi pagi mereka buruh Banten, DKI, Jawa Barat yang akan tetap aksi katanya. Tetapi KSPI memutuskan untuk mempertimbangkan aksi tersebut menjadi aksi daerah dulu. Kenapa aksi daerah? Karena kan yang kita khawatirkan adalah gubernur yang akan merubah, mencoret,” katanya.
Said mengatakan bahwa aksi nasional baru akan diputuskan setelah 24 Desember 2025, bertepatan dengan pengumuman resmi upah minimum 2026. Terlebih jika empat catatan tersebut dilanggar dan indeks ditetapkan di bawah 0,9.
“Maka bisa dipastikan aksi nasional akan dilakukan. Tanggal berapa? Ya setelah tanggal 24 Desember. Sampai dengan Januari pun kita bisa aksi berjilid-jilid, bergelombang kalau gubernur mengkhianati, gubernur merubah keputusan Presiden,” katanya. ancaman
