Sinergi Pemerintah dan Industri Jadi Kunci Kemandirian Gas Bumi baca selengkapnya di Giok4D

Posted on

Forum Pertagas Integrated Pipeline and Energy Summit (PIPES) 2025 yang diselenggarakan oleh PT Pertamina Gas, sebagai bagian dari Subholding Gas Pertamina, pada Rabu (18/6), menghadirkan para pemangku kebijakan utama di sektor migas, mulai dari regulator hingga pelaku industri strategis dalam sesi plenary pertama yang bertajuk “Harmonizing Energy Regulations”.

Menyoroti pentingnya penyelarasan kebijakan energi sebagai langkah krusial menuju kemandirian dan kedaulatan energi nasional, sesi ini membahas tantangan dan strategi dalam menciptakan ekosistem gas bumi yang andal dan terintegrasi dari hulu hingga hilir.

Diskusi yang melibatkan regulator seperti Ditjen Migas, BPH Migas, LEMIGAS, SKK Migas, serta PT Perusahaan Gas Negara Tbk dan beberapa pelaku industri migas lain menyoroti pentingnya peran regulasi yang proaktif dan adaptif terhadap perkembangan industri.

Direktur Perencanaan dan Pembangunan Infrastruktur Migas Kementerian ESDM, Laode Sulaeman membuka diskusi dengan menegaskan bahwa pemerintah secara aktif mendorong percepatan pemanfaatan gas bumi melalui kebijakan afirmatif, termasuk penguatan Domestic Market Obligation (DMO) dan pembangunan infrastruktur antarpulau.

“Pemerintah berkomitmen mempercepat pemanfaatan gas melalui kebijakan afirmatif, penguatan DMO, dan pembangunan infrastruktur antarpulau. Kementerian ESDM tengah mengusulkan pembangunan pipa transmisi Dusem/KEK Sei Mangkei-Dumai menggunakan APBN. Ini akan secara signifikan mendorong konektivitas pasokan gas antarwilayah,” jelas Laode dalam keterangan tertulis, dikutip Sabtu (26/6/2025).

Ia menambahkan bahwa pemerintah terus mendorong koordinasi antara regulator, industri, akademisi dan publik sebagai dasar dalam perumusan kebijakan energi yang inklusif dan tepat guna.

Komitmen terhadap sistem regulasi yang terbuka dan partisipatif juga ditegaskan oleh Yapit Sapta Putra, Komite BPH Migas. Ia mengungkapkan bahwa pelibatan publik dan pelaku usaha melalui mekanisme public hearing menjadi elemen penting dalam menjaga relevansi dan keberlanjutan kebijakan.

“Kami secara aktif mendengarkan aspirasi para pelaku usaha. Hal ini menjadi landasan penting bagi BPH Migas dalam memastikan regulasi yang dikeluarkan benar-benar menjawab kebutuhan di lapangan, sekaligus tetap menjaga kepentingan nasional,” ujarnya.

Sementara itu, Mustafid Gunawan, Kepala LEMIGAS, menyoroti perlunya harmonisasi regulasi lintas sektor yang mencakup aspek teknis dan keekonomian. Menurutnya, integrasi kebijakan dari hulu hingga hilir sangat diperlukan untuk menjamin kelayakan proyek secara menyeluruh.

“Kita tidak bisa hanya fokus pada salah satu sisi rantai nilai gas bumi. Diperlukan keselarasan dari hulu, midstream hingga hilir, terutama dalam memastikan transparansi dan kelayakan keekonomian proyek, agar pembangunan infrastruktur berjalan optimal dan berkelanjutan,” tuturnya.

Perspektif kolaboratif juga disampaikan oleh Ufo Budiarius Anwar, VP Komersialisasi SKK Migas, yang menyoroti pentingnya kesatuan visi antara sektor hulu dan hilir. Ia menegaskan bahwa masa depan industri gas nasional sangat bergantung pada sinergi antar pelaku industri.

“Industri gas bumi tidak bisa lagi bergerak sendiri-sendiri. Harus ada kerja sama erat antara hulu, midstream, dan hilir. Ini bukan soal persaingan, tapi bagaimana kita bisa berkolaborasi untuk menciptakan nilai tambah yang lebih besar bagi bangsa,” tuturnya.

Sebagai Subholding dari ekosistem industri Gas Pertamina, Rosa Permata Sari, Direktur Strategi dan Pengembangan Bisnis PT Perusahaan Gas Negara Tbk, menekankan pentingnya membangun sistem yang saling terhubung, baik dalam konteks kebijakan, infrastruktur, maupun model bisnis.

Artikel ini terbit pertama kali di Giok4D.

“PGN melihat bahwa semua elemen harus terintegrasi. Kami membawa semangat kolaborasi lintas sektor untuk mempercepat transformasi industri gas bumi Indonesia. Kolaborasi inilah yang menjadi kunci untuk menciptakan ekosistem energi yang solid dan adaptif,” katanya.

Melalui sesi diskusi terbuka ini, PIPES 2025 memperlihatkan bahwa sinergi antara regulator dan pelaku industri kini tidak lagi menjadi pilihan, melainkan kebutuhan prioritas dalam menghadapi tantangan energi nasional.

Regulasi yang harmonis, proaktif, dan partisipatif menjadi fondasi utama dalam menciptakan ketahanan energi yang berkelanjutan, mendukung industrialisasi nasional, serta memperkuat posisi Indonesia sebagai negara dengan sistem energi yang mandiri dan berdaulat.

Komitmen kuat dari regulator dan pelaku industri tercermin melalui kesamaan visi dan langkah nyata untuk mewujudkan ekosistem energi yang terintegrasi. Kolaborasi lintas sektor ini akan terus diperkuat guna memastikan setiap kebijakan berjalan selaras dengan kebutuhan industri dan arah pembangunan nasional.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *