Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Mendukung Keputusan Kemendag

Posted on

Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) menyambut baik langkah Kementerian Perdagangan (Kemendag) yang tidak melanjutkan proses pengenaan Bea Masuk Anti Dumping (BMAD) terhadap produk benang filamen sintetik dari China. API menilai, langkah ini menandakan pemerintah masih mendengar masukan pelaku usaha.

Wakil Ketua Umum Bidang Perdagangan API Anne P Sutanto menilai, pengenaan anti dumping terhadap Partially Oriented Yarn (POY) dan Drawn Textured Yarn (DTY) bukan solusi yang tepat untuk industri hulu penghasil POY dan DTY. Menurutnya, dalam 2 tahun ini kebutuhan akan POY hampir 10 kali lipat lebih besar dari kapasitas produksi POY dalam negeri sehingga pengenaan antidumping akan menurunkan daya saing produksi turunan tekstil yang dihasilkan oleh produsen tekstil nasional terutama 101 perusahaan yang mengajukan petisi.

Lebih lanjut efek dari pengenaan antidumping dikhawatirkan akan menambah PHK dan penutupan pabrik tekstil lebih lanjut.

“Kekhawatiran APSyFi mengenai anggotanya yang kalah berdaya saing sebenarnya juga sudah dibahas dalam pertemuan dimana perwakilan 101 pengusaha yang mengajukan petisi bersedia untuk menyerap kapasitas produksi POY dalam negeri dengan praktik-praktik standar berbisnis. Malah dari perwakilan 101 pengusaha juga mengusulkan pemerintah melalui Kemenperin tetap dapat mengatur harmonisasi kebutuhan import POY dan DTY berdasarkan kebutuhan dalam negeri vs kapasitas produksi dalam negeri,” terangnya dalam keterangan tertulis, Jumat (20/6/2025).

“Sehingga kekhatiran mengenai dumping dari negara lain bisa tetap diatasi dengan pengaturan impor oleh pemerintah sesuai kinerja produksi masing-masing pihak,” jelasnya.

Sebelumnya, Menteri Perdagangan Budi Santoso memutuskan untuk tidak mengenakan Bea Masuk Anti Dumping (BMAD) atas impor benang filamen sintetis tertentu asal China. Budi mengungkapkan, keputusan ini diambil dengan mempertimbangkan kondisi industri tekstil dan produk tekstil (TPT) nasional, serta masukan dari para pemangku kepentingan terkait.

“Keputusan ini diambil dengan mempertimbangkan kondisi industri TPT nasional, khususnya pasokan benang filamen sintetis tertentu ke pasar domestik yang masih terbatas. Kapasitas produksi nasional belum mampu memenuhi kebutuhan industri pengguna dalam negeri. Sebagian besar produsen benang filamen sintetis tertentu memproduksi untuk dipakai sendiri,” jelas Budi dalam keterangannya, Kamis (19/6).

BMAD merupakan pungutan pajak atau bea kepada produk impor yang dijual di bawah harga pasaran. Karena produk impor yang dijual di bawah harga pasar dalam negeri dikhawatirkan memukul produk lokal.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *