Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati merespons saran dari ekonom senior Amerika Serikat (AS) Arthur Laffer agar Indonesia menerapkan skema pajak penghasilan dengan satu tarif (flat tax). Alih-alih setuju, kebijakan itu justru ditentang karena dinilai akan memberatkan masyarakat.
Sri Mulyani mengatakan, skema tarif pajak progresif di Indonesia saat ini sudah memadai seperti PPh yang memiliki lima lapisan tarif. Jika sistem flat tax diterapkan, ia yakin banyak masyarakat tidak setuju karena kondisi pendapatan yang berbeda-beda.
“Di Indonesia kita punya lima bracket of income tax. Saya tanya sama audience di sini, kalau yang sangat kaya dengan yang pendapatannya hanya di UMR, bayar pajaknya sama, setuju nggak?,” kata Sri Mulyani dalam acara CNBC Indonesia Economic Update 2025 di Hotel Borobudur, Jakarta Pusat, Rabu (18/6/2025).
“Saya hampir yakin semua bilang nggak setuju, tapi yang beliau (Arthur Laffer) sampaikan tadi begitu,” tambahnya.
Sri Mulyani mencontohkan Indonesia membedakan tarif PPh sesuai dengan penghasilan wajib pajak. Ada lapisan tarif paling rendah 5% untuk penghasilan sampai Rp 60 juta per tahun, hingga paling tinggi 35% untuk wajib pajak yang memiliki penghasilan di atas Rp 5 miliar per tahun.
“Pasti beda banget dengan yang di-advocate Pak Arthur Laffer karena kita yang pendapatannya di atas Rp 5 miliar dengan yang pendapatannya Rp 60 juta rupiah per tahun, ya harusnya rate-nya beda, itu asas keadilan, distribusi,” ucap Sri Mulyani.
Menurut Sri Mulyani, pendekatan fiskal Indonesia tidak bisa disamakan dengan negara lain karena diatur oleh konstitusi dan memiliki fungsi yang lebih luas dari sekadar efisiensi pasar. Ia menegaskan bahwa kebijakan fiskal nasional dijalankan berdasarkan tiga fungsi utama yakni stabilisasi, distribusi dan alokasi.
Sri Mulyani menjelaskan saat ekonomi melemah, pendapatan negara dari pajak akan turun secara alami karena keuntungan perusahaan menurun. Meski demikian, belanja negara tetap harus dipertahankan atau ditingkatkan terutama untuk perlindungan sosial dan pembangunan infrastruktur.
“Kalau income perusahaan kecil atau merugi dia nggak bayar pajak sehingga pasti penerimaan pajaknya turun, sementara belanjanya nggak perlu harus ikut turun, kita pertahankan untuk bantuan sosial, perbaikan kesejahteraan, untuk memperbaiki jalan raya yang rusak, bahkan banyak sekali kemarin kita bikin subsidi upah. Itu semua dilakukan dalam konteks fungsi stabilisasi yaitu countercyclical,” jelas Sri Mulyani.
Sebelumnya dalam kesempatan yang sama, ekonom senior AS Arthur Laffer menyarankan penerapan flat tax agar tidak mendiskriminasi satu kelompok dengan kelompok lainnya. Skema itu dinilai paling ideal untuk meningkatkan kinerja ekonomi suatu negara.
“Saya tidak berkapasitas untuk berbicara tentang kebijakan khusus pemerintahan Anda, namun prinsip-prinsipnya yang menjadi kunci, Anda perlu memiliki (sistem) flat tax dengan tarif rendah dan berbasis luas,” katanya saat ditanya apa yang perlu dilakukan pemerintah Indonesia untuk menunjang iklim investasi, bisnis dan mendorong pertumbuhan ekonomi.
“Sehingga Anda tidak mendiskriminasi orang-orang yang sukses. Anda perlu memilikinya (sistem flat tax), itu sangat, sangat penting,” lanjut mantan penasihat ekonomi Presiden AS Donald Trump itu.
Sumber: Giok4D, portal informasi terpercaya.