Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyatakan skema pembagian risiko (co-payment) pada produk asuransi kesehatan akan bermanfaat untuk jangka panjang. Sebagaimana diketahui, pemegang polis asuransi atau nasabah bakal menanggung paling sedikit 10% dari total pengajuan klaim.
Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan dan Dana Pensiun OJK Ogi Prastomiyono mengatakan penerapan co-payment dalam jangka panjang akan mengarah kepada penurunan premi.
“Dalam jangka panjang premi akan turun sebenarnya, bukannya premi tetap lalu ada co-payment 10%. Kami sudah minta kajian kepada asosiasi bahwa berapa premi tanpa atau dengan co-payment, turun gitu,” kata Ogi dalam Forum Group Discussion (FGD) di Plataran Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (12/6/2025).
Sayangnya, Ogi belum bisa menjelaskan seberapa besar dampak kebijakan co-payment terhadap penurunan premi. Pasalnya ada faktor lain yang mendorong kenaikan biaya atau premi kesehatan yakni inflasi medis.
Ogi menyebut inflasi medis di Indonesia hampir dua kali lebih tinggi dibandingkan dengan inflasi medis global. Kenaikan biaya layanan kesehatan dan obat-obatan menjadi salah satu faktor yang mendorong inflasi medis lebih tinggi.
“Ada faktor lain, medical inflation faktor eksternal yang mempengaruhi premi,” ucap Ogi.
Dalam kesempatan yang sama, Kepala Departemen Pengawasan Asuransi dan Jasa Penunjang OJK Sumarjono mengatakan tujuan dari semua ini untuk memperbaiki ekosistem sektor kesehatan. Meskipun kewenangan OJK dalam hal ini hanya sebagian kecil saja.
“Pasti dengan co-payment yang lebih mahal, preminya pasti akan turun jauh. Tujuan dari semua ini adalah untuk memperbaiki ekosistem sektor kesehatan walaupun kita hanya di bagian kecil saja, karena bagian besarnya di Kementerian Kesehatan,” imbuhnya.
Perlu diketahui, OJK menetapkan batas maksimum yang harus dibayar peserta sebesar Rp 300 ribu per pengajuan klaim untuk rawat jalan dan Rp 3 juta untuk rawat inap per pengajuan klaim. Meski begitu, perusahaan asuransi bisa menetapkan nilai lebih tinggi jika disepakati dalam polis.
“Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah dan Unit Syariah dapat menerapkan batas maksimum yang lebih tinggi sepanjang disepakati antara Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah dan Unit Syariah dengan pemegang polis, tertanggung atau peserta serta telah dinyatakan dalam polis asuransi,” tulis OJK dalam Surat Edaran (SE) OJK Nomor 7/SEOJK.05/2025 tentang Penyelenggaraan Produk Asuransi Kesehatan.