Menteri Ekonomi Kreatif/Kepala Badan Ekonomi Kreatif (MenEkraf/KaBarekraf) Teuku Riefky Harsya mengusulkan dana abadi untuk penggiat ekonomi kreatif (ekraf). Saat ini akses pendanaan serta pembiayaan bagi pelaku ekraf masih sulit dan terbatas sehingga menjadi tantangan untuk pengembangan sektor ekraf.
Teuku membeberkan tantangan pendanaan di sektor ekraf. Pertama, belum adanya alokasi dana abadi untuk sektor ekraf. Kedua, sebagian penggiat ekraf belum mampu mengakses pendanaan dari pihak ketiga.
“Upaya yang telah dan sedang dilakukan, pemerintah mengusul skema pembiayaan berbasis Indonesia Creative Content Fund (ICCF). Skema ini dirancang untuk pembiayaan karya untuk ekonomi kreatif khususnya di subsektor film, animasi, musik, game dan konten digital,” kata Teuku dalam Rapat Kerja bersama Komisi VII DPR RI, Jakarta Pusat, Rabu (30/4/2025).
Kemudian, juga telah diterbikan surat keputusan bersama (SKB) bersama Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) tentang pedoman pembentukan nomenklatur Dinas Ekonomi Kreatif di Provinsi/kabupaten/kota. Pihaknya juga tengah menyiapkan pengembangan skema insentif dan fasilitasi pendanaan bagi industri ekraf.
Terkait akses pendanaan, Teuku menjelaskan pihaknya tengah membahas lebih lanjut bersama para pemangku kepentingan terkait dengan ICCF. Teuku menerangkan dana tersebut sama halnya dengan dana abadi yang dialokasikan di Kementerian Kebudayaan (Kemenbud). Dana abadi ini untuk pengembangan di sektor ekonomi ekraf, termasuk memberikan pelatihan ke penggiat ekraf.
“Jadi sebetulnya, (ICCF) hanya judul lain, tapi intinya ada dana abadi penggiat ekraf dengan aturan regulasi yang berizin lah. Kemudian kedua seperti KemenBud ada Dana Indonesia, itu ada unit khusus dari Kementerian Keuangan. Kami sebetulnya kalau membentuk badan seperti itu butuh waktu. Kalau Kemenkeu berkenan ditempatkan aja yang sudah ada dengan mekanisme sudah ada, tapi dananya ada di situ. Tahapannya seperti apa kami bisa rekomendasi. Jadi tidak perlu ada struktur baru lagi,” jelas Teuku.
Selain pembiayaan, ada sejumlah tantangan juga pada investasi yang masuk ke sektor ekraf. Teuku membeberkan saat ini belum adanya insentif khusus bagi sektor ekonomi kreatif, seperti insentif cash rebate produksi film. Selain itu, iklim investasi Indonesia secara umum juga masih belum kondusif, seperti kepastian hukum, perizinan masih tumpang tindih.
“Upaya yang sedang dilakukan pendampingan investor ke KEK Singhasari, KEK ETKI Banten, dan KEK Nongsa Batam. Pertemuan investor yang potensial dari dalam dan luar negeri, seperti US ABC dan perusahaan seperti Netflix, Google, Agoda, dan pemerintah Prancis dan Rusia,” imbuh Teuku.