Asosiasi Ojol Minta Prabowo Restui Bagi Hasil 90% Driver, 10% Aplikator

Posted on

Asosiasi pengemudi ojek online (ojol) meminta Presiden Prabowo Subianto meneken Peraturan Presiden soal bagi hasil tarif. Garda Indonesia meminta agar bagi hasil ditetapkan sebesar 90% untuk pengemudi ojol dan 10% untuk perusahaan aplikator.

Ketua Umum Garda Indonesia Igun Wicaksono menyampaikan belum ada langkah konkret pemerintah memberikan payung hukum yang melindungi kesejahteraan para pengemudi ojol yang menjadi tulang punggung transportasi digital nasional.

Skema bagi hasil 90% untuk pengemudi ojol dan 10% untuk perusahaan aplikator dinilai oleh menjadi skema yang paling adil dan menguntungkan untuk semua pihak.

“Garda menegaskan kembali bahwa skema paling adil dan manusiawi adalah komposisi bagi hasil 90% untuk pengemudi sebagai pelaku utama lapangan, dan 10% untuk perusahaan aplikator,” ujar Igun dalam keterangan tertulis, Jumat (12/12/2025).

Selain skema bagi hasil, Igun juga mengusulkan satu kebijakan untuk masuk dalam Perpres ojol, waktu kewajiban bagi aplikator menyetor 1-2% keuntungan ke negara. Setoran itu dialokasikan sebagai jaminan perlindungan sosial dan jaminan hari tua bagi para driver ojol.

“Garda juga meminta agar Perpres ojol mengatur kontribusi wajib perusahaan aplikator sebesar 1% sampai 2% kepada negara, yang dialokasikan sebagai jaminan perlindungan sosial dan jaminan hari tua bagi pengemudi ojol,” lanjut Igun.

Menurut Igun, negara jangan sampai bersembunyi di balik alasan menjaga iklim bisnis sambil mengabaikan hak, keadilan, dan masa depan jutaan rakyat yang bekerja sebagai pengemudi ojol.

“Sudah saatnya negara benar-benar berpihak kepada rakyat. Jangan menggunakan alasan menjaga ekosistem bisnis untuk mengabaikan hak jutaan pengemudi ojol. Sejak 2018 GARDA memperjuangkan keadilan ini, tetapi hingga berganti presiden sekali pun belum ada langkah konkret dari pemerintah,” papar Igun.

“Kami menantikan hadirnya Perpres ojol sebagai bentuk nyata keberpihakan negara,” lanjutnya menegaskan.

Igun juga menyatakan jangan sampai ada perubahan tarif sebelum Perpres khusus ojol terbit. Sebab menurutnya, kenaikan tarif tidak akan menjadi upaya peningkatan kesejahteraan bagi driver, namun eksploitasi lebih besar para driver oleh perusahaan aplikator.

“Bila terjadi kenaikan tarif sebelum Perpres terbit, maka yang terjadi bukanlah peningkatan kesejahteraan, tetapi justru potensi eksploitasi lebih besar, karena tanpa pembatasan bagi hasil, kenaikan tarif hanya memperbesar pendapatan aplikator, bukan pengemudi,” tegas Igun.

Terakhir, Igun menekankan agar pemerintah melibatkan organisasi pengemudi ojol yang berbadan hukum yang memiliki keterwakilan di provinsi-provinsi dalam penyusunan kebijakan.