AS Kena Batunya, Tarif Trump Bikin Ritel Babak Belur

Posted on

Periode libur Natal dan Tahun Baru (Nataru) selalu menjadi salah satu musim paling sibuk bagi para pengusaha ritel di Amerika Serikat (AS). Namun sayang, tahun ini kemeriahan Nataru malah menjadi salah satu periode paling memusingkan imbas kebijakan tarif Presiden Donald Trump.

Melansir Reuters, Kamis (27/11/2025), tahun ini para pengusaha ritel di AS tengah kelabakan akibat kurangnya pasokan dan stok barang untuk dijual selama akhir tahun ini. Kelangkaan barang dagangan ini terjadi imbas gangguan rantai pasok yang utamanya disebabkan oleh kenaikan harga setelah pengenaan tarif masuk Trump.

Sebagai contoh ada Matt Hassett, pendiri merek kesehatan Loftie yang berbasis di New York, yang kini mengalami kelangkaan stok barang dagangan hingga ke titik terendah sejak ia membuka usaha.

Dijelaskan, selama ini mayoritas produk yang dijualnya berasal dari China. Namun saat Trump pertama kali mengumumkan pengenaan tarif resiprokal untuk Negeri Tirai Bambu, Hassett harus mencari pemasok baru untuk menjaga harga barang yang dijualnya tetap kompetitif.

Namun, saat dirinya mulai menemukan alternatif yang memungkinkannya mendapat barang lebih murah, AS malah menurunkan tarif terhadap China. Saat dihitung-hitung, ternyata harga produk dari China usai terkena tarif masih lebih murah daripada beli di negara lain.

Alhasil ia harus memilih antara membayar bea masuk yang tinggi atau mencari pemasok baru dengan biaya yang lebih tinggi, yang pada akhirnya sama-sama membuat biaya modal menjadi sangat besar.

Belum lagi pemesanan produk dari pabrik-pabrik di China jadi terlambat. Kondisi ini membuat ketersediaan barang juga jadi terlambat dan belum siap untuk periode libur akhir tahun ini.

“Sangat sulit untuk mempersiapkan diri. Kami telah kehabisan stok barang hingga ke titik terendah, kami mungkin hanya memiliki sekitar 10% dari inventaris yang kami butuhkan,” ujarnya awal pekan ini.

Selain toko ritel Loftie milik Hassett, ada juga toko ritel fesyen Lo & Sons yang berbasis di Brooklyn, yang turut merasakan masalah rantai pasok imbas tarif Trump. Toko yang menjual tas travel dan aksesori secara daring ini sempat memeriksa hingga delapan pabrik di berbagai negara termasuk India dan Kamboja sebelum kembali ke pemasok lamanya di China.

“Selain menghabiskan banyak biaya untuk pembayaran tarif, ketidakpastian ini juga mencegah kami melakukan pemesanan pembelian,” kata CEO dan salah satu pendiri toko, Derek Lo.

“Sekarang inventaris kami berada di bawah ideal,” tegasnya.

Di luar itu, lebih dari selusin peritel kecil AS yang diwawancarai Reuters juga mengaku kenaikan biaya yang signifikan, yang mengakibatkan beberapa di antaranya memangkas pekerjaan atau mengurangi penawaran untuk menghemat uang.

Padahal biasanya periode penjualan selama bulan November dan Desember menjadi penyumbang utama pendapatan tahunan perusahaan retail. Bahkan rata-rata sekitar sepertiga dari laba tahunan peritel AS berasal dari periode ini.

Simak juga Video ‘Perlambatan Konsumsi AS Perkuat Ekspektasi Pelonggaran Kebijakan Moneter’: