Fintech RI Incar Investor Asing di Singapura

Posted on

Perusahaan teknologi finansial atau fintech asal Indonesia mengincar masuknya kerja sama maupun pendanaan asing lewat keikutsertaan dalam acara Singapore Fintech Festival 2025. Acara ini dihadiri oleh ratusan perusahaan fintech global serta para pemangku kepentingan dari berbagai negara.

Ketua Umum Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) Entjik S. Djafar mengatakan, acara ini menjadi momentum bagi perusahaan yang tergabung dalam ekosistem fintech peer-to-peer lending atau pinjaman daring (pindar) dalam mencari dukungan.

“Acara ini tentunya peluang buat kita, buat kami dari industri ini untuk mencari investor yang berminat dan serius di dalam industri ini. Karena banyak sekali investor-investor yang berminat untuk berinvestasi di industri ini. Jadi ajang ini kami juga berharap mendapat investor,” kata Entjik S. Djafar di Singapore Expo, kawasan Changi, Singapura, Rabu (12/11/2025).

Para anggota AFPI sebelumnya juga telah ikut serta dalam acara Hong Kong Fintech Week beberapa waktu lalu dan berhasil mendapatkan sejumlah komitmen investasi. Entjik mengatakan, investor asal Singapura menjadi salah satu pihak dengan minat terbanyak.

Menurutnya, minat investor asing untuk berkecimpung di industri fintech tumbuh seiring dengan peningkatan kebutuhan pembiayaan di tengah masyarakat. Minat ini sangat bergantung pada risk appetite atau selera risiko, di mana ada yang tertarik pada sektor produktif maupun multiguna (cashloan) yang memiliki margin lebih tinggi.

“Mereka juga tentunya memiliki risk appetite yang mapan. Serta tools untuk menganalisa kelayakan kredit yang mereka miliki. Baik itu secara credit score yang berbasis AI, ataupun big data yang berbasis AI yang mereka miliki,” ujarnya.

Selain Singapura, perusahaan asal China, India, hingga Eropa Timur juga banyak yang berminat masuk ke industri fintech RI. Adapun China menjadi salah satu negara dengan industri fintech paling maju. Ditambah lagi, China gencar membuka perusahaan di berbagai negara.

“China mereka lebih berani, karena kan bisnis ini risikonya tinggi. Kalau Amerika Serikat (AS) kan analisanya lama (jadi tidak segencar China),” kata Entjik.

Secara keseluruhan, menurut Entjik, industri fintech Indonesia memiliki posisi strategis untuk menggaet minat investor asing. Salah satu faktor utamanya ialah RI memiliki pasar yang sangat besar, dengan jumlah penduduk terbesar keempat di dunia.

Selain itu, menurutnya yang menjadi daya tarik bagi para investor adalah Indonesia memiliki credit gap yang sangat tinggi, yakni mencapai sekitar Rp 1.650 triliun. Angka ini menunjukkan jumlah kebutuhan pembiayaan atau kredit yang belum terpenuhi.

Tonton juga video “Rosan Sebut Proyek Sampah Jadi Listrik RI Dilirik 240 Investor”