Industri penerbangan kini tengah memasuki babak baru dalam transisi energi global. Di tengah meningkatnya kesadaran terhadap perubahan iklim dan tuntutan efisiensi karbon, Indonesia menunjukkan langkah nyata dengan memperkuat kebijakan penggunaan Sustainable Aviation Fuel (SAF) atau bahan bakar penerbangan berkelanjutan.
Langkah ini menandai komitmen kuat pemerintah untuk menerapkan dekarbonisasi industri aviasi nasional, sekaligus memastikan keberlanjutan sektor transportasi udara yang menjadi urat nadi konektivitas nusantara.
Dalam mendorong percepatan ini, Kementerian Perhubungan (Kemenhub) bersama Pertamina mengambil peran strategis melalui penguatan regulasi, kolaborasi lintas sektor, dan penerapan standar internasional yang ketat. Upaya ini tidak hanya akan menekan emisi karbon dari aktivitas penerbangan, tetapi juga membuka peluang besar bagi Indonesia untuk menjadi pemasok utama SAF di kawasan Asia Tenggara, seiring dengan potensi bahan baku domestik seperti minyak jelantah dan limbah pertanian yang melimpah.
“Roadmap SAF, mekanisme MRV oleh operator, serta regulasi penerapan skema CORSIA telah disiapkan. Dengan sertifikasi sesuai ketentuan Ditjen Migas dan ICAO CORSIA, serta insentif yang proporsional, adopsi SAF di dalam negeri dapat dipercepat,” kata Direktur Kelaikudaraan dan Pengoperasian Pesawat Ditjen Perhubungan Udara Kemenhub, Sokhib Al Rokhman, dikutip, Selasa (11/11/2025).
Sokhib menegaskan, langkah pemerintah memperkuat kebijakan SAF dilakukan melalui penguatan peta jalan (roadmap), mekanisme pemantauan dan pelaporan emisi (MRV), serta penerapan Carbon Offsetting and Reduction Scheme for International Aviation (CORSIA) sesuai standar Organisasi Penerbangan Sipil Internasional (ICAO).
Ia menambahkan, kebijakan dekarbonisasi sektor penerbangan akan terus diselaraskan dengan target penurunan emisi nasional serta standar global. “Penggunaan SAF menjadi langkah strategis untuk menekan emisi karbon tanpa mengganggu operasional penerbangan,” ujarnya.
Kebijakan percepatan SAF ini menjadi pembahasan utama dalam Pertamina Sustainable Aviation Fuel (SAF) Forum 2025 bertema “Sustainability: Indonesia’s Emission Reduction Ambition and the Benefits of SAF”. Forum ini mempertemukan para pemangku kepentingan lintas sektor – mulai dari pemerintah, maskapai penerbangan, industri pesawat, hingga lembaga sertifikasi – untuk memperkuat kolaborasi dalam menciptakan ekosistem penerbangan rendah emisi.
Dukungan terhadap langkah pemerintah juga datang dari berbagai pelaku industri global. Country Manager Indonesia Cathay Pacific Airways, Tony Sham, menilai Indonesia memiliki potensi besar untuk menjadi pemasok SAF berbasis minyak jelantah di Asia, asalkan tantangan harga dan ketersediaan bahan baku dapat diatasi.
“Cathay Pacific menargetkan 10% pemakaian SAF pada 2030. Kolaborasi lintas pelaku menjadi kunci untuk mempercepat transisi ini,” ucap Tony.
Sementara itu, Senior Managing Director Boeing, Malcom An, menilai kawasan Asia Tenggara memiliki sumber daya yang memadai untuk memenuhi kebutuhan bahan bakar berkelanjutan secara mandiri.
“Minat untuk mengubah minyak jelantah dan limbah pertanian menjadi SAF terus meningkat. Kawasan ini bahkan berpotensi memproduksi lebih untuk diekspor,” tuturnya.
Pertamina Menggerakkan Energi Bersih dari Dalam Negeri
Sebagai pelaku utama industri energi nasional, Pertamina terus memperkuat perannya dalam pengembangan Sustainable Aviation Fuel. Direktur Utama Pertamina Patra Niaga, Mars Ega Legowo Putra, menyampaikan bahwa melalui forum ini, Pertamina berupaya menjadi penggerak utama energi bersih untuk industri penerbangan.
Pertamina telah membangun ekosistem terintegrasi untuk SAF – mulai dari pengumpulan minyak jelantah, proses produksi bioavtur, hingga distribusi kepada operator penerbangan. Langkah ini tidak hanya bertujuan menekan emisi karbon, tetapi juga menciptakan nilai ekonomi sirkular (circular economy) yang memberdayakan masyarakat di sektor pengelolaan limbah.
Inisiatif ini merupakan bagian dari strategi Pertamina untuk mendukung pencapaian Net Zero Emission 2060, sekaligus memperkuat posisi Indonesia sebagai pionir penggunaan bahan bakar ramah lingkungan di kawasan Asia Pasifik.
Pemerintah dan Pertamina optimistis, percepatan penggunaan SAF akan menjadi tonggak penting dalam perjalanan menuju industri aviasi nasional yang hijau, efisien, dan berkelanjutan. Dengan dukungan kebijakan yang kuat, kolaborasi internasional, dan inovasi teknologi, Indonesia siap membuka era baru penerbangan rendah emisi.
Transformasi ini bukan hanya tentang bahan bakar yang lebih bersih, tetapi tentang perubahan paradigma, bahwa keberlanjutan dan pertumbuhan ekonomi dapat berjalan beriringan. Langit Indonesia yang biru kini tak sekadar simbol kebebasan terbang, tetapi juga cerminan komitmen bangsa menjaga bumi tetap lestari.






