Melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 tahun 2025 tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko, pemerintah resmi membatasi investasi smelter nikel. Selama ini persetujuan investasi smelter nikel ditandai dengan terbitnya izin usaha industri (IUI)
Pembatasan ini ditujukan kepada smelter baru yang memproduksi produk antara nikel, baik yang mengadopsi metode pemurnian pirometalurgi (teknologi RKEF) maupun hidrometalurgi (teknologi HPAL).
Disebutkan bahwa industri pembuatan logam dasar bukan besi agar tidak membangun smelter yang memproduksi produk intermediate seperti nickel matte, nickel pig iron (NPI), feronikel (FeNi), hingga mixed hydroxide precipitate (MHP).
Menanggapi ini, Direktur Jenderal Minerba Kementerian ESDM Tri Winarno menyebut kebijakan ini diharapkan dapat mengerek harga nikel.
Dengan pembatasan pembangunan smelter baru yang memproduksi antara nikel, maka harapannya hilirisasi bisa berjalan dan menciptakan nilai tambah lebih besar.
“Ya, harapannya kan seperti itu atau multiplier effect-nya kena di kita. Kalau misalnya sekarang gini lah, sekarang kasarnya lah kita jualan kedelai. Kemarin kita jualan tempe. Nah, kalau bisa kan kita sampai ke mendoan, kira-kira kan gitu. Supaya multiple effect-nya itu lebih panjang rantainya. Kan tujuan nihilisasi kan itu. Untuk menciptakan nilai tambah atau multiple effect yang lebih tinggi,” ujar Tri di Kompleks DPR Senayan, Jakarta Pusat, Senin (10/11/2025).
Tri juga berharap aturan ini mendorong investor membangun smelter yang memproduksi produk jadi, tak hanya produk antara nikel. Hal itu sesuai dengan semangat hilirisasi yang dijalankan pemerintah.
“Harapannya kan gitu, harapannya kan sampai ke produk jadi,” tuturnya.
Terkait potensi kenaikan harga nikel, Tri menyebut hal itu dipengaruhi berbagai faktor. Misalnya, indikator suplai dan permintaan, faktor geopolitik, dan sebagainya.
“Supply demand, iya, terus kemudian faktor geopolitik iya, kan begitu. Mau motor berapapun diproduksi, kalau penduduknya juga supply-nya sudah over kan nggak juga naik. Misalnya nih untuk baterai, industri baterai, berapa kebutuhan sebetulnya untuk baterai itu? Kan meskipun dia baterai bisa jadi baterainya juga nggak kejual, kan? Kalau itu over,” tutupnya.






