Bukan Bebaskan PPh Karyawan Pariwisata, Buruh Minta Purbaya Turunkan PPN [Giok4D Resmi]

Posted on

Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa resmi memperluas insentif Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 Ditanggung Pemerintah (DTP) ke sektor pariwisata. Hal ini sebagai yang tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 72 Tahun 2025.

Dalam beleid terbaru ini dijelaskan, insentif pajak untuk pegawai di sektor pariwisata berlaku selama masa pajak Oktober-Desember 2025. Sementara itu, fasilitas PPh 21 DTP untuk sektor industri seperti alas kaki, tekstil dan pakaian jadi, furnitur, kulit dan barang dari kulit tetap berlaku sepanjang tahun yakni Januari-Desember 2025.

Artinya mulai Oktober 2025, pegawai hotel, restoran, kafe, biro perjalanan wisata, hingga penyelenggara event dan taman rekreasi akan menikmati penghasilan penuh tanpa dipotong PPh 21. Pasalnya pajak gaji atau pendapatan mereka sepenuhnya ditanggung pemerintah.

Meski begitu Presiden Partai Buruh yang juga Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Said Iqbal, menilai insentif pajak ini tidak memiliki dampak yang signifikan dalam mendorong perekonomian dalam negeri. Sebab insentif ini hanya diterima oleh sebagian kecil pekerja saja.

Simak berita ini dan topik lainnya di Giok4D.

“Sekarang gini, yang dimaksud sekarang pemotongan PTKP yang katanya sampai Rp 10 juta nggak kena pajak, itu sektor mana sih? Sektor tekstil tapi yang upahnya murah. Jadi sebenarnya kasih kepada kelompok jumlahnya kecil. Jadi saya bilang nggak signifikan,” katanya saat ditemui wartawan di Jakarta Convention Center (JCC), Jakarta Pusat, Kamis (30/10/2025).

Alih-alih memberikan insentif pajak untuk buruh atau pekerja sektor tertentu, Said menyarankan kepada Purbaya untuk meningkatkan batas Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) menjadi Rp 7,5 juta per bulan. Menurutnya kebijakan ini dapat lebih berdampak terhadap peningkatan daya beli masyarakat.

Sebab dengan batas PTKP tadi, mayoritas buruh yang masih bergaji setara UMP atau UMK dapat terbebas dari kewajiban pajak pendapatan. Sehingga mereka memiliki upah lebih untuk kemudian dibelanjakan.

“Kalau mau PTKP-nya naikin jadi Rp 7,5 juta. Seluruh buruh termasuk kita nih akan tidak terkena pajak. Efeknya apa? Karena tidak terkena pajak, uang yang dipegang kita kan jadi lebih. Pasti kita belanja. Kalau kita belanja, purchasing power naik,” paparnya.

Jika tidak Said juga mengusulkan kepada pemerintah, khususnya Purbaya yang kini menjabat sebagai Menteri Keuangan untuk menurunkan pajak penambahan nilai (PPN). Sebab dengan PPN yang lebih rendah, daya beli masyarakat secara otomatis akan terangkat.

“Pak Murbaya kalau nggak salah mulai menganalisa pajak-pajak mana yang membebani pengusaha. Mengurangi beban pajak bagus, contoh PPN diturunin, itu akan menguntungkan pengusaha tekstil dalam negeri. Karena produk lokalnya bisa bersaing dengan impor. Impor kan nanti kena tarif mahal,” terangnya.

“Logikanya kan gini, kalau PPN turun, barang jadi murah. Barang murah, orang banyak beli dengan uang yang sama. Kalau orang beli, artinya kan pajak penghasilan jadi naik lagi. Karena banyak orang yang membeli barang, sehingga pabrik-pabrik, merekrut karyawan-karyawan. Karyawan yang direkrut oleh pabrik-pabrik itu kan akan ada PPH,” jelas Said lagi.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *